SOLUSI TASAWUF ATAS TANTANGAN PERNIKAHAN DALAM ISLAM

Ditulis Oleh: @erik-zulfa

Sumber Gambar: https://id.pinterest.com/pin/422282902570006249/

Dalam islam menikah merupakan sebuah ibadah, bahkan Rasulullah pernah menjelaskan keutamaan menikah adalah sebagai penyempurna separuh agama. Demikian pula yang Allah firmankan dalam surat Ar-Rum ayat 21 tentang pernikahan di antara hamba-hamba-Nya, yang mana ayat ini sering kita jumpai dalam undangan pernikahan. Ayat tersebut berisi tentang tujuan dalam penikahan, dalam Tafsir Al-Quran kementerian agama RI dikatakan, membentuk rumah tangga itu dilakukan agar bahagia serta jiwa dan pikiran menjadi tentram.

Budi Sunarso dalam buku Merajut Kebahagiaan Keluarga (Perspektif Sosial Agama) Jilid 1 menjelaskan bahwa makna pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Jika kita tarik pada zaman sekarang ini banyak dari para perempuan yang sudah berstatus menjadi istri belum atau bahkan tidak faham dengan kewajiban dan juga adab terhadap sang suami. Hal ini dikarenakan persiapan yang kurang baik dari segi mental, psikis, dan juga tentunya finansial atau ekonomi. Karena pernikahan merupakan bentuk kedewasaan dan kemandirian seseorang. Di dalam sebuah ikatan pernikahan kita harus bisa membagi waktu bukan hanya untuk diri sendiri melainkan juga untuk pasangan kita. Oleh karena itu, sangat penting sekali adanya kesiapan sebelum pernikahan terutama dari segi mental.

Baru-baru ini muncul berita viral tentang kasus pembakaran seorang polisi oleh sang istri yang juga berstatus polwan. Komisi anti kekerasan perempuan (Komnas Perempuan) menyorot bahwa terdapat fakta yang tersimpan di balik Kasus polwan Briptu Fadhilatun Nikmah yang cekcok hingga membakar tubuh suaminya, Briptu Rian Dwi Wicaksono.

Komnas Perempuan menilai ada latar belakang tekanan perkawinan yang memuncak pada aksi pembakaran yang dilakukan seorang istri ke suaminya. Tekanan ini berupa tekanan ekonomi dan psikis karena sang suami menghabiskan uang untuk judi online sementara mereka mempunyai tiga anak berusia di bawah tiga tahun, satu anak berusia tiga tahun dan dua anak berusia empat bulan yang masih menyusui. Luka di sekujur tubuh akibat pembakaran tersebut mengakibatkan sang suami meninggal dunia.

Sebenarnya permasalahan yang terjadi di atas kerap sekali terjadi dalam rumah tangga, bukan hanya pada oknum di atas saja. Alasan di balik adanya tindak kekerasan tersebut baik dari pihak istri atau suami bermacam-macam, bukan hanya masalah finansial terkadang juga karena perselingkuhan, merasa terkekang dan lain sebagainya.

Dengan demikian, dalam artikel ini penulis tertarik untuk membahas mengenai kasus pembakaran seorang suami yang dilakukan oleh seorang istri dalam perspektif tasawuf. Lantas, bagaimana solusi yang ditawarkan oleh tasawuf untuk mengatasi permasalahan di atas?

Dalam kitab Ihya `Ulumuddin Imam Ghazali menjelaskan mengenai tujuan-tujuan dalam pernikahan dalam islam. Di antara tujuannya adalah untuk melatih kesabaran. Ketika sudah menikah, seseorang tidak akan terlepas dengan adanya masalah-masalah baru. Semisal, jika sebelumnya uang yang dimiliki hanya untuk diri sendiri, maka setelah menikah ia harus membaginya dengan pasangannya. Seiring banyaknya masalah-masalah, tantangan-tantangan, dan rintangan-rintangan yang menghadang di kehidupan rumah tangga, maka seorang muslim akan terlatih kesabarannya pula. Sedangkan orang yang sabar adalah hamba yang disayang oleh Allah SWT.

Dalam kitabnya yang berjudul Al-adab fid din, Al-Ghazali juga menjelaskan mengenai beberapa adab suami terhadap istri begitupun sebaliknya.  Berdasarkan ucapan Al-Ghazali ada beberapa poin yang dapat di ambil mengenai adab suami terhadap istri, yakni: berinteraksi dengan baik, bertutur kata yang lembut, menunjukkan cinta kasih, bersikap lapang ketika sendiri, tidak terlalu sering mempersoalkan kesalahan, memaafkan jika istri berbuat salah, menjaga harta istri, tidak banyak mendebat, mengeluarkan biaya untuk kebutuhan istri secara tidak bakhil, memuliakan keluarga istri, senantiasa memberi janji yang baik, dan selalu bersemangat terhadap istri.

Adapun adab istri terhadap suami, diantaranya adalah menampakkan sikap Qana`ah dan juga melihat kenyataan suami sebagai sebuah keutamaan. Bersifat Qana`ah dalam artian istri tidak menuntut lebih dari apa yang mampu diberikan suami kepadanya, dan melihat kenyataan suami sebagai kenyataan dalam artian jika suami memiliki keadaan yang baik sang istri hendaknya menyukurinya sebagai kenikmatan. Akan tetapi jika sebaliknya, maka sang istri hendaknya bersabar. Karena syukur dan sabar merupakan keutamaan dari Allah.

Diantara adab suami terhadap istri juga adalah memberi nafkah, setelah menikah, seorang laki-laki memiliki tanggung jawab terhadap istri dan anak-anaknya. Nafkah merupakan kewajiban seseorang berupa pembayaran sejumlah biaya guna memenuhi kebutuhan orang yang berada dalam tanggungannya. Pada dasarnya, nafkah dibebankan kepada pihak suami namun adakalanya kewajiban tersebut tidak bisa terpenuhi karena alasan tertentu. Sebagaimana telah dijelaskan dalam al-Qur`an: “Dan kewajiban ayah (suami) memberi makan dan pakaian kepada para ibu (istri) dengan cara ma`ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya”. (QS Al-Baqarah 233)

Selain itu Rasulullah SAW pernah menjelaskan dalam sebuah hadis shahih. Rasulullah SAW bersabda: “Dan mereka (para istri) mempunyai hak diberi rezeki dan pakaian (nafkah) yang diwajibkan atas kamu sekalian (para suami)”. (HARI Muslim 2137).

Dalam ayat dan hadis di atas telah diterangkan dengan tegas bahwa seorang suami hukumnya wajib meberikan nafkah kepada isri. Dalam permasalahan seperti ini tasawuf menawarkan beberapa tindakan yang bisa digunakan untuk mengatasinya, beberapa tindakan yang dapat dilakukan ketika suami tidak memberikan nafkah, sebagaimana berikut:

  • Sabar, yang mana istri harus sesabar mungkin menghadapi sang suami. Hal ini juga meerupakan salah satu tujuan dalam pernikahan sebagaimana yang telah dijelaskan di atas.
  • Tawakkal, dalam hal ini istri harus berserah diri kepada Allah dan tetap berusaha mencari solusi tanpa kehilangan harapan.
  • Refleksi diri, mengajak diri untuk merenungkan hubungan dan diri sendiri, serta mencari cara untuk mendukung suami secara emosional dan spiritual.
  • Ikhlas dan niat baik, senanttiasa menjaga niat baik dalam berhubungan dan berusaha mengedepankan kepentingan bersama daripada menyalahkan.
  • Doa dan dzikir, memperkuat diri sendiri dengan berdoa dan berdzikir agar mendapatkan petunjuk dan kekuatan dalam menghadapi masalah.
  • Memberdayakan diri, mencari cara untuk mandiri secara finansial atau meningkatkan keterampilan yang dapat membantu situasi keuangan keluarga.
  • Mengajak suami berubah, mengajak suami untuk bersama-sama berubah memperbaiki keadaan, dengan pendekatan yang penuh kasih sayang dan dukungan.

Dengan adanya penerapan tindakan-tindakan di atas diharapkan dapat mengatasi masalah di atas dengan lebih bijaksana dan harmonis. Pandangan tasawuf terhadap kasus seperti pembakaran polwan terhadap suaminya akan cenderung melihatnya dari sudut pandang spiritual dan moral, bukan sekadar dari dimensi hukum atau politik semata.

Tasawuf sebagai cabang dalam Islam yang menekankan pada pengembangan batin dan hubungan individu dengan Tuhan, mengajarkan prinsip-prinsip seperti kasih sayang, perdamaian batin, dan penyelesaian konflik secara damai.