Implementasi Ajaran Tasawuf Sebagai Sarana Memperluas World View Bagi Generasi Milenial
Oleh: Siti lutfiah
Tasawuf merupakan khazanah keilmuan yang berperan tersendiri dalam membimbing manusia agar tidak menyimpang dari kodrat. Pada dasarnya tasawuf menitikberatkan pada penyucian jiwa semurni mungkin agar manusia bisa dekat dengan Tuhan.
Di era millennial ini tidak sedikit orang yang mengalami problematika yang terjadi dalam hidupnya. Seperti kehampaan spiritualitas dan krisis moral yang terjadi pada generasi millennial sekarang ini. Hal ini disebabkan kurangnya kedekatan manusia dengan Tuhannya, bahkan banyak di antara mereka yang tidak percaya pada nilai-nilai agama atau disebut sebagai nihilisme, sehingga hal tersebut menjadi dampak timbulnya kehampaan spiritual dan krisis moral.
Oleh karena itu, disini penulis ingin memberikan suatu solusi bagi problematika yang terjadi pada generasi millennial yaitu dengan mengimplementasikan ajaran tasawuf diantaranya ialah ajaran yang dibawa oleh Imam Al Ghazali yaitu takhalli, tahalli dan tajalli.
A. Takhalli
Takhalli adalah pemurnian dari kualitas tercela, sifat buruk baik eksternal maupun internal. Sifat-sifat yang tidak menyenangkan sehingga mengotori jiwa manusia yaitu hatinya.
Adapun sifat-sifat buruk tersebut di antaranya ialah:
1. Hasud
Hasud atau dengki adalah perasaan yang timbul di dalam hati seseorang ketika tidak senang melihat kebahagiaan orang lain. Hasud merupakan akhlak tercela yang mendatangkan kemudharatan terhadap jasmani dan rohani, sehingga dapat memicu adanya fitnah, ghibah dan permusuhan. Dan bahaya dari hasud sendiri itu sangat besar bahkan bisa memperburuk kesehatan mental seseorang.
2. Al Hirsu (Serakah)
Serakah adalah suatu hal yang dilarang dalam tasawuf kecuali Serakah terhadap ilmu. Serakah adalah sifat ingin menguasai atau mendapatkan bagian lebih banyak daripada orang lain dan tidak pernah merasa puas dengan apa yang sudah diperolehnya. Dampak yang ditimbulkan dari sifat ini di antaranya seperti korupsi, melakukan penipuan dan sebagainya.
3. Takabbur
Takabbur adalah sikap mental dan perbuatan yang merasa dirinya lebih besar, lebih tinggi, lebih pandai, atau lebih segalanya dan memandang orang lain lebih rendah. Dan hal ini jelas dilarang dalam agama. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw. “لا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ”
Artinya: “Tidak akan masuk surga orang-orang yang dalam hatinya terdapat rasa takabur atau sombong meskipun hanya sekecil biji sawi.” [HR. Muslim dari Abdullah bin Mas’ud].
Dampak negatif yang muncul seperti mudah untuk menghina orang lain.
4. Ghadhab
ghadab diartikan sebagai amarah atau emosi yakni gejolak pada kalbu yang disebabkan tersentuhnya jiwa spiritual seseorang. Orang yang mudah marah cenderung tidak bisa mengendalikan emosi dan bersifat agresif. Dampak yang ditimbulkan seperti mudah menyakiti orang lain, berkata kasar, melakukan kekerasan fisik, pembullyan, penganiayaan dan pembunuhan.
5. Riya’ dan Sum’ah
Kedua Sifat ini adalah sifat buruk yang berkaitan dengan niat dan tujuan seseorang ketika melakukan sesuatu. Perilaku sum’ah sering kali disejajarkan dengan riya, karena keduanya memiliki kesamaan, tetapi ada juga perbedaannya. Riya adalah memperlihatkan amal saleh yang dilakukan sehingga bisa mendapat pujian atas kebaikan yang dilakukan.
Sementara itu, sum’ah yaitu melakukan amal ibadah yang dimaksudkan agar orang lain bisa mendengar dan memberi pujian baginya. Hal ini memicu sebagai pemenuhan ambisi dan duniawiyah.
6. Ujub
Ujub adalah ketika seseorang melihat dirinya dengan pandangan bangga dengan apa yang dia telah ketahui dan dia kerjakan.
Al-Muhasibi mengartikan ujub adalah memuji diri sendiri atas apa yang ia kerjakan atau ia ketahui, dan melupakan bahwa anugerah-anugerah itu berasal dari Allah SWT.
Abu Hamid al-Ghazali mengartikan ujub adalah menganggap besar suatu nikmat dan merasa tenang dengannya dalam keadaan lupa untuk menisbahkan hal itu kepada Allah SWT.
Dampak negatif yang ditimbulkan seperti merasa lebih pandai dari orang lain, merasa lebih kaya, merasa lebih baik dan sulit menerima kekurangan diri sendiri.
Dari sifat-sifat buruk di atas merupakan sifat-sifat yang dilarang dalam tasawuf karena selain membahayakan bagi dirinya juga dapat membayakan orang lain.
B. Tahalli
Tahalli adalah mensucikan atau mempercantik diri dengan sifat-sifat yang terpuji dengan melakukan ketaatan baik lahir maupun batin.
Tahalli juga dapat diartikan sebagai menghiasi diri dengan membiasakan sifat, sikap dan perilaku yang baik. Dan pada akhirnya bersikap menghamba kepada Tuhan yang Maha Esa. Di antara bentuk dari tahalli itu sendiri adalah taubat, khouf dan roja’, Zuhud, faqir dan sabar.
Dan tahalli tidak bisa diterapkan tanpa bimbingan dari seorang guru. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT.:
اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَاِيْتَاۤئِ ذِى الْقُرْبٰى وَيَنْهٰى عَنِ الْفَحْشَاۤءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ.
Artinya:
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS. An Nahl: 90)
C. Tajalli
Tajalli ialah hilangnya hijab dari sifat-sifat ke-basyariyyahan (kemanusiaan), jelasnya nur yang sebelumnya ghaib dan fana’ nya segala sesuatu ketika tampaknya wajah Allah SWT. Agar hasil yang yg telah diperoleh jiwa ketika melakukan takhalli dan tahalli tidak berkurang, maka rasa ketuhanan perlu dihayati lebih lanjut. Kebiasaan yang dilakukan dengan kesadaran dan rasa cinta dengan sendirinya akan menumbuhkan rasa rindu kepada-Nya.
Ada empat macam tajalli yaitu tajalli Af`al, tajalli Asma’, tajalli sifat, dan tajalli Zat.
Dari ke empat macam tersebut, penulis hanya mengambil salah satu diantaranya yaitu Tajalli as-Sifat. Yang mana Tajalli as-Sifat menurut penulis lebih mengena.
Tajalli as-Sifat adalah tahap pengalaman spiritual di mana seorang hamba mengalami kefanaan filosofis secara haqqul Yaqin, ia merasakan keagungan dari sifat-sifat Allah SWT. Dan lebih singkatnya lagi, tajalli as-Sifat ini adalah bagaimana kita melihat kualitas ibadah serta keimanan seseorang sehingga ia merasakan bahwa tidak ada seorang pun kecuali Allah SWT.
Kesimpulan
Di antara solusi bagi problematika generasi millennial menurut Imam Al Ghazali ialah orang tersebut harus menempuh tiga tahapan yaitu takhalli, tahalli dan tajalli.
Takhalli itu sendiri adalah menjauhkan diri dari sifat-sifat tercela. Hal tersebut dipandang penting bagi kalangan sufi, karena semua sifat-sifat tercela merupakan dinding-dinding tebal yang membatasi manusia dari Tuhannya.
Sesudah mengosongkan diri dari sifat yang tercela (takhalli), maka usaha tersebut berlanjut ke tahap setelahnya yaitu tahalli (menghiasi atau mengisi diri dari sifat dan sikap serta perbuatan-perbuatan yang baik.)
Setelah kedua tahap tersebut dilakukan, maka tahapan terakhir adalah tajalli sebagaimana yang telah dijelaskan diatas.
Selain dari ke tiga cara di atas dalam mengimplementasikan ajaran tasawuf, terdapat banyak cara umum dalam mengimplementasikannya. Di antaranya adalah upaya mendidik jiwa dan ruh, mengembalikan nilai-nilai spritual, membentuk akhlaq mulia dan mempertajam keilmuan dan meminimalisir tindakan kriminal.