Menciptakan Sebuah Ketentraman: Bersama Harta Simpanan Tak Berbentuk

Ditulis Oleh: Zaenal Wafa*

Di era disrupsi ini bagaikan dua sisi mata uang yang berbeda, yakni bisa menguntungkan sekaligus menjerumuskan. Disrupsi ini tidak hanya threat (ancaman), tapi juga terdapat opportunity (peluang). Dengan demikian, para generasi milenial harus menekankan pada peluang daripada ancaman. Sebab jika peluang tersebut bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya, maka akan menjadi sebuah perubahan yang mengandung nilai positif, serta dapat menyesuaikan kehidupan pada perubahan zaman dengan sebaik-baiknya.

Salah satu contohnya yaitu media komunikasi. Pada zaman dahulu, untuk menyampaikan pesan kepada orang lain, hanya bisa melalui surat dan membutuhkan waktu yang lama. Tetapi pada zaman sekarang, untuk menyampaikan pesan kepada orang lain, bisa melalui via email dan aplikasi chatting yang lainya tanpa menunggu waktu yang lama.

Dengan adanya chatting online ini, manusia akan lebih senang berkomunikasi tanpa bertatap muka daripada bertatap muka secara langsung. Sekaligus akan membuat manusia tidak dapat bersosialisasi secara baik dalam kehidupan nyata. Padahal sosialisasi sangat penting bagi setiap individu untuk mewujudkan hidup bermasyarakat dengan baik.

Bukan hanya pada media komunikasi, tapi pada tatanan sosial juga banyak mengalami dampak yang negatif, baik dalam keluarga maupun bermasyarakat. Seperti banyaknya kasus yang seharusnya dilakukan di dalam nikah, tapi malah dilakukan di luar nikah, penceraian antar suami-istri, bentrokan antar masyarakat, yang disebabkan oleh isu-isu yang tidak jelas, bahkan penerapan hukum yang tidak sesuai dengan kadar masyarakatnya.

Akan tetapi, permasalahan yang kami pandang urgen dan fatal adalah masyarakat yang  berlomba-lomba dalam memperbanyak harta. Seakan-akan mereka tiada puas dalam hal duniawi dan tidak memperhatikan hal ukhrawi, hanya bekerja dan berkerja. Sehingga hari-hari yang mereka lalui dihabiskan untuk mencari penghidupan saja, tanpa menengok pada kebutuhan ruhani yang berhubungan pada Tuhan yang Maha Esa.

Keringnya hati akan siraman ruhani setidaknya akan menimbulkan rasa loba yang dapat merusak moral seperti timbulnya korupsi karena ingin mendapatkan harta secara instan. Mengenai permasalahan tersebut syari’at Islam memiliki solusi agar di era disrupsi ini selain berlomba-lomba dalam mencari harta harus diembel-embeli dengan bersyukur terhadap nikmat Allah SWT.

Solusi tersebut ialah konsep qana’ah (terimo ing pandum). Sehingga dengan sifat qana’ah tersebut hati seorang manusia akan mendapatkan ketenangan walaupun usaha yang ia lakukan tidak membuahkan hasil.

Qana’ah merupakan salah satu ajaran yang terdapat dalam tasawuf. Qana’ah menurut Abu Abdillah bin Khafif ialah meninggalkan angan-angan terhadap sesuatu yang tidak ada dan menganggap cukup dengan sesuatu yang ada. Seperti firman Allah SWT:

“مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُون”

Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baikdan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”. (QS. Al-Nahl: 97)

Ayat diatas memberikan indikasi bahwa setiap umat, baik laki-laki maupun perempuan dianjurkan untuk beramal shaleh dan mensyukuri atas nikmat yang telah diberikan-Nya, walaupun sedikit atau banyak. Dengan mensyukuri nikmat tersebut, seseorang akan merasakan ketenangan dalam kehidupannya. Terutama dalam menjalani kehidupan yang berbenturan dengan mencari rezeki.

Dengan selalu menjaga hati untuk senantiasa menerima atas pemberian dari Allah SWT, maka tentunya usaha yang dilakukan seseorang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tidak akan berlebih-lebihan dan loba. Seperti penjelasan Syaikh al-Dimyathi dalam kitab Siraj al-Tholibin, beliau menggaris-bawahi bahwa sesungguhnya setiap rezeki manusia telah ditanggung dan dijamin oleh Allah SWT. Seperti firman Allah SWT:

“وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ”

Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh).” (QS. Al-Hud: 6)

Kemudian Rasulullah SAW juga menyebutkan dalam sebuah hadith:

“مَكْتُوْبٌ عَلَى ظَهْرِ اْلحُوْتِ وَ الُّثوْرِ رِزْقُ فُلَانِ بْنِ فُلَانٍ فَلَا يَزْدَادُ اْلَحرِيْصُ إِلَّا جُهْدًا”

Telah tertuliskan rezeki fulan bin fulan di punggung ikan hut dan sapi jantan, maka orang yang loba tidak akan bisa menambah yang sudah ditetapkan atau dituliskan, kecuali hanya menambah kesusahan seseorang tersebut

Rasulullah SAW bersabda:

“اْلقَنَاعَةُ كَنْزٌ لَا يَفْنَى”

Qana’ah ibaratkan harta simpanan yang tidak akan rusak

Hadith di atas mengindikasikan bahwa seseorang yang memiliki sifat qana’ah akan mendapatkan ketentraman dalam dunia dan akhirat.

Dengan melihat banyaknya masyarakat di era disrupsi ini yang selalu berlomba-lomba dalam mencari harta, sehingga terjadi korupsi karena ingin mendapatkan harta secara instan. Maka, konsep qana’ah sangat berperan dalam era disrupsi ini. Karena qana’ah selain menjadikan ketentraman di dunia juga menjadi harta simpanan di akhirat kelak. 

*Mahasiswa Mahad Aly semester akhir.

HIKAM.ID

Komunitas HIKAM. Sekolompok mahasantri pesantren Al Fithrah Surabaya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *