Mengisi Masa Muda Ala Tasawuf
Ditulis Oleh: Abdus Shomad
Masa muda adalah masa yang tentu akan dilalui. Manusia akan melewatinya sebelum berada di masa tua. Masa muda dianggap sebagai masa keemasan bagi manusia. Begitu pun mereka merupakan generasi penerus para pendahulu, karena kelebihan dan keistimewaan yang dimiliki.
“Beri aku seribu orang tua, akan kucabut gunung dari akarnya, beri aku sepuluh pemuda, akan kugoncangkan dunia.” Sebuah perkataan masyhur yang dinisbatkan kepada presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno. Ungkapan tersebut menunjukkan betapa besar perbedaan antara orang tua dan pemuda, yang secara jelas terlihat dari sisi fisik dan tenaga, bahkan dalam ingatan.
Selain itu, ungkapan di atas juga menunjukkan keunggulan dari para pemuda ketimbang para orang tua. Dalam realita kehidupan, para pemuda juga memiliki kelebihan daripada orang-orang tua. Semisal dalam hal kerja, para pemuda biasanya lebih gigih dan kuat, baik dalam segi durasi lama waktu kerja ataupun beban pekerjaan yang dipikul.
Kelebihan ini juga dijelaskan oleh Islam. Allah SWT tidaklah mengutus seorang nabi kecuali ia seorang pemuda. Seperti dalam Q.S. Al-Anbiya’ ayat 60 :
قَالُوا سَمِعْنَا فَتًى يَذْكُرُهُمْ يُقَالُ لَهُ إِبْرَاهِيمُ
“Mereka berkata: kami telah mendengar seorang pemuda yang mencela mereka (berhala-berhala ini), namanya Ibrahim.”
Jadi, al-Quran pun juga menjelaskan akan keunggulan pemuda dari orang tua, sehingga Allah SWT mengutus seorang pemuda untuk menjadi nabi.
Namun, dalam mengisi masa muda ada varian cara. Terkadang para pemuda memenuhi masa mudanya dengan hal negatif. Semisal kegemaran para pemuda beradu otot, menciptakan kebisingan, merokok, bahkan sampai bermaksiat dan berbuat dosa. Tentu hal ini akan merusak diri pemuda itu sendiri.
Islam adalah agama yang komplet. Sebab Islam ialah agama yang rahmatan lil alamin, agama kasih sayang yang ditujukan untuk seluruh alam. Termasuk di dalamnya ialah cara mengisi waktu di masa muda.
Dalam Tanbih al-Mughtarrin, Abdul Wahhab al-Sya’rani menerangkan bahwa Ka’ab al-Ahbar berkata: “Pemuda yang beribadah lebih dicintai oleh Allah SWT ketimbang orang tua yang beribadah”. Ungkapan ini mensiratkan makna akan generasi pemuda yang memenuhi waktunya dengan beribadah lebih disenangi oleh Allah SWT.
Beribadah juga tak melulu di masjid, belajar ilmu agama atau berbakti kepada orang tua, guru bahkan umat islam juga ibadah. Gemar ibadah di masa muda juga merupakan akhlak dari para sufi. Mengapa? Kaum sufi tiada menunggu tua untuk mempergegas tekun beribadah, namun “saat ini” lah anggapan mereka sebagai penentu kehidupan. Yang lalu jangan susah dipikirkan dan yang akan datang tidak perlu payah direncanakan, namun “sekarang” lah yang hendak diperlakukan dengan sebaik mungkin.
Ibadah-ibadah yang dilakukan dalam masa muda tidak akan sepadan dengan yang dilakukan ketika tua. Ketika muda seseorang bisa saja sholat tarawih 20 rakaat dan 3 rakaat witir penuh selama sebulan. Namun ketika tua, bukan kemustahilan bila ia tak mampu, sebab fisik dan tenaganya sudah tak seperti dulu lagi.
Muhammad bin Hisan berkata: “Janganlah kau cari amal perbuatan dari dirimu yang sama (sepadan) di tahun ini seperti pada tahun sebelumnya, karena manusia (ada) dalam kekurangan di setiap harinya.” Jadi, apa yang diraih dan dilakukan dalam masa muda, tidak akan sama di masa tua. Apalagi, bila masa muda yang hanya dipenuhi dengan senang-senang, hal-hal yang tak bermanfaat bahkan dosa dan maksiat, tak sebanding dengan ibadah dan pertobatan di masa tua. Wal ‘Iyadzu billah.
Ibnu Mas’ud berkata: “Seorang pemilik ilmu tidak akan mendapat ilmunya, dan pemilik dunia tak akan mendapat dunianya kecuali pada waktu muda.”, sebagaimana yang diungkap al-Habib Umar bin Hamid al-Jilani dalam al-‘Umr Furshah. Ini menandaskan bahwa masa muda menjadi kunci dari kehidupan seseorang, sehingga harus digunakan dengan sebaik-baiknya.
Terakhir, ada sebuah pesan dari al-Sya’rani: “Maka renungkanlah wahai saudaraku, apa yang telah aku sampaikan. Anggaplah masa mudamu sebagai harta jarahan, dan tamballah masa mudamu dengan memperbanyak istighfar, semoga kau menambal apa yang telah retak dari agamamu, dan segala puji milik Allah tuhan semesta alam.” (Does)