Signifikansi Penghidupan Kembali Pola-Pikir Gusdurian
Ditulis oleh: Muhammad Zakki
Seorang tokoh ulama sekaligus mampu memimpin negara adalah sesuatu yang sangat sulit dijumpai, setidaknya untuk saat ini. Padahal dalam perjalanan kepemimpinan Islam yang pertama kali adalah dipimpin oleh sosok yang ahli agama dan juga ahli dalam strategi kepemerintahan. Selanjutnya memiliki pemisahan antara pimpinan agama dan pimpinan pemerintahan. Gus Dur adalah sampel ideal pimpinan negara yang sekaligus mumpuni di bidang agamanya.
Gus Dur atau KH. Abdurrahman Wahid adalah putra dari KH. Wahid Hasyim dan cucu dari KH. Hasyim Asy’ari sang pendiri Nahdlatul Ulama (NU). Sosok kiai nyentrik yang lahir di Jombang, 7 September 1940 dan wafat di Jakarta pada 30 Desember 2009 dalam usia 69 tahun ini merupakan satu-satunya presiden Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang murni lahir dari rahim pendidikan pesantren.
Gus Dur telah melalui berbagai asam dan pahitnya kehidupan. Riwayat pendidikannya dihabiskan selama bertahun-tahun di berbagai lembaga yang tak bisa dianggap remeh kontribusinya. Ia berasal dari keluarga pesantren dan mengenyam pendidikan di berbagai pesantren, namun memiliki pengetahuan yang luas dan memiliki kepedulian tinggi terhadap bangsanya, tanpa memandang ras dan agamanya.
Ia tercatat menguasai berbagai bahasa asing di dunia. Lawatannya ke negara tetangga dapat dikatakan cukup intens dan tanpa membutuhkan pendampingan juru bahasa. Ia juga diceritakan pernah menjadi mahasiswa senior di Universitas Al-Azhar Mesir. Aktif dalam mengikuti kegiatan organisasi, sehingga mahasiswa baru Al-Azhar dari Indonesia diharuskan untuk bersowan terlebih dahulu kepadanya.
Suatu ketika Syukri Zarkasyi muda yang merupakan mahasiswa baru di Al-Azhar Mesir berkunjung ke kediaman Gus Dur untuk melapor. Sebagai tuan rumah, Gus Dur merasa perlu untuk melayani tamunya. Disuruhlah Gus Mus yang masih juniornya untuk memanaskan air, sementara Gus Dur di depan tamunya mengambil gelas yang masih kotor lalu mengelapnya dengan celana dalam. Setelah dirasa cukup bersih, aktivitas selanjutnya adalah menyeduh teh dengan air panas dan memasukkan gula ke dalam gelas. Untuk menghanyutkan gula di dasar gelas itu digunakanlah batang sikat gigi untuk mengaduknya.
Menyaksikan perbuatan Gus Dur yang demikian itu kebanyakan kita jika memosisikan diri sebagai tamu mungkin akan keberatan untuk menerima suguhannya. Mendapati gurat ketidakterimaan di wajah tamunya itu lalu Gus Dur menjelaskan bahwa CD yang digunakannya untuk mengelap gelas adalah masih baru dan belum dipakai, sementara sikat gigi sebagaimana kita lumrah ketahui adalah sering kali digunakan tak lepas dari air sehingga bersih dan selalu higienis.
Keseringan mindset yang muncul dalam fikiran kita adalah berdasar pada apa yang kita saksikan saja, tanpa mau lebih detail mengetahui latar belakang yang menyebabkan kemunculannya.
Rasulullah SAW pernah mengutus salah satu sahabatnya untuk memungut harta zakat dari salah satu suku yang baru saja masuk Islam. Belum sampai ke lokasi, si sahabat yang diutus tersebut kembali dan mengurungkan niatnya karena khawatir akan mendapatkan serangan setelah melihat orang-orang di suku tersebut berdiri seperti sedang mempersiapkan sesuatu.
Mengetahui hal ini, Rasulullah SAW kembali mengutus sahabatnya yang lain dan ternyata berhasil mengumpulkan zakat dari suku tersebut. Utusan ini mendapati bahwa suku tersebut telah mempersiapkan diri untuk menyambut utusan Rasulullah SAW yang dikabarkan akan segera datang, namun tak kunjung nampak kehadirannya. Dari kejadian ini kemudian turunlah QS. Al-Hujurat yang melarang kita untuk terlalu dini dalam mengambil kesimpulan sebelum kita menyaksikannya secara langsung ataupun memperoleh kejelasan atas suatu berita.
Dalam kesempatan yang lain Rasulullah SAW pernah memanggil dua orang sahabatnya yang sekilas menyaksikan beliau sedang berbincang dengan seorang perempuan di depan masjid. Keduanya lalu diberi penjelasan oleh beliau bahwa sosok perempuan yang diajaknya berbicara tadi adalah istrinya. “Saya hanya takut setan akan berperan dalam memberikan pernyataan di hati kalian dan menghasutkan fitnah” kata Rasulullah SAW.
Dari sini jelas Rasulullah SAW menangkap bahwa hati manusia memang sering menjadi tempat subur lahirnya stigma negatif atas tindakan orang lain, sehingga Rasulullah SAW memandang perlu untuk mengklarifikasikan secara langsung sebelum terbesit pemikiran yang kurang dibenarkan.
Sungguh terpuji tindakan salah seorang pemuda badui begitu mendengar kabar kerasulan Nabi Muhammad SAW. Ia tidak langsung menyimpulkan buruk sebagaimana yang dilakukan oleh kebanyakan kaumnya. Ia bertabayyun mencari kebenaran beritanya dengan langsung menanyakannya kepada Rasulullah SAW.
Ia bertanya tentang siapakah beliau sebenarnya, siapa yang mengutusnya, untuk tujuan apa beliau diutus. Rasulullah SAW pun menjelaskan bahwa tujuannya diutus oleh Allah SWT adalah agar menyambung tali silaturrahmi antar manusia, mencegah terjadinya pertumpahan darah dan mengamankan jalan, serta yang terakhir adalah demi mengesakan Allah SWT. Setelah mendengar penjelasan bahwa risalah yang dibawa oleh Rasulullah SAW adalah mendahulukan nilai-nilai kemanusiaan, sesuatu yang didambakan di tengah kehidupan jahiliyah saat itu, segera pemuda ini menyatakan diri menerima risalah yang dibawa oleh Rasulullah SAW.
Belum genap menjabat dua tahun menjadi kepala negara, Gus Dur terpaksa harus diturunkan oleh masa gara-gara dugaan korupsi yang hingga saat ini tidak terbukti. Ia digulingkan oleh lawan politiknya sebagai balasan atas ketidaksetujuan atas tindakan Gus Dur yang kontroversial dan berani dalam melakukan gobrakan besar terhadap bentuk struktural di kepemerintahan.
Sebagai tokoh berpengaruh dalam lingkup organisasi NU yang memiliki banyak massa, sebenarnya bisa saja Gus Dur berusaha mempertahankan posisinya, tapi ia lebih memilih mundur demi menghindari konflik. “Tidak ada jabatan di dunia ini yang perlu dibela mati-matian” demikian ungkapan mutiara yang disampaikan Gus Dur yang perlu didalami kedalaman maknanya, terutama bagi kita yang sekarang ini memegang jabatan ataupun sedang berusaha mendapatkannya.
Kisah Rasul: dari Musnad Ahmad bin Hanbal karya Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal.