Luring di Ponpes Assalafi Miftahul Huda

Masa libur panjang telah usai lama sebenarnya. Apalagi sudah diawali sejak viralnya virus corona. Dari situ telah terhitung lebih dari lima bulan lamanya anak didik belajar dari rumah. Mayoritas lembaga pendidikan mengubah pola belajarnya dengan memanfaatkan perkembangan teknologi yang kian lumrah. Beragam inovasi pembelajaran daring mulai digali, dikaji dan diterapkan selama keadaan masih belum berubah.

Mirisnya, tugas tenaga pendidik dari sekolah tidak berjalan ekstra dengan sistem pengajaran tanpa tatap muka. Anak didik tidak belajar dari gurunya. Pasalnya, yang terjadi hanya tugas daring, bukan pembelajaran daring namanya. Dari sini peran orang tua merangkap guru bagi anak-anaknya. Ketergantungan anak terhadap gadget juga meningkat luar biasa. Setiap hari mereka berjibaku-melototi layar handphone demi menyelesaikan tugas daringnya.

Pondok Pesantren termasuk lembaga pendidikan yang turut mendapat imbas buruk di antaranya. Namun, sebagai lembaga yang mandiri pengelolaannya, pesantren merasa tidak harus senantiasa menyatakan mengalah. Pondok pesantren mempunyai kebijakan tersendiri dalam menghadapi masa pandemi corona. Sebagai pemegang prinsip pendidikan tradisional, pondok pesantren tidak mampu bertahan dalam paksaan sistem pengajaran tanpa tatap muka.

Kreatifitas yang merupakan salah satu produk sistem pendidikan akan berwujud cacat jika santri ataupun peserta didik dilepas dengan tanpa adanya ‘tangan khusus’ yang menanganinya. Ide-ide mereka hanyalah bualan yang tak layak dikomersilkan tanpa pembimbing yang secara aktif mengarahkannya. Singkatnya, santri selaku remaja yang masih labil tentu sangat butuh akan lingkungan belajar sehat keasramaan pesantren yang mampu menuntunnya.

Pondok Pesantren Assalafi Miftahul Huda Ngroto (PPMH Ngroto) adalah salah satu pondok pesantren yang telah berani menerapkan inovasi pendidikan di masa pandemi. Pengurus telah berupaya sehat agar para santri kembali menjalani proses pendidikan sebagaimana mestinya dengan tanpa mengabaikan anjuran-anjuran protokoler kesehatan yang telah dirumuskan oleh pemerintah dari para ahli.

Pemerintah setempat sebenarnya telah membuka izin bebas bagi PPMH untuk menyelenggarakan pendidikan seperti biasa, mestinya dengan protokoler itu, mengingat bahwa Ngroto masuk dalam zona tidak berbahaya. Tapi PPMH memilih cara aman dan waspada. Keselamatan dan kesehatan santri sebagai warga pesantren adalah prioritas utama.

Para santri telah diperkenankan masuk ke lingkungan pondok pesantren, tentu setelah mereka menjalani proses karantina. Seusai diantar oleh keluarganya, santri Ngroto melalui serangkaian proses protokoler kesehatan agar boleh masuk pesantren kembali. Karantina dilakukan di lokasi gedung SMK Miftahul Huda (SMK Mifda) – berlokasi di luar pesantren yang disulap menjadi asrama-asrama. Fasilitas asrama mungkin kurang terwakili, sehingga menjadi ujian tersendiri bagi para santri.

Aktivitas keseharian atau wadzifah tidak jauh berbeda dengan agenda di asrama sana. Sholat lima waktu wajib dilaksanakan secara berjamaah. Wadzifah sholat sunnah rawatib serta burdah, maulid dan manaqib juga tiada beda. Kegiatan PPMH tak ubahnya kewadzifahan di pesantren Al Fithrah Surabaya. Hanya saja sistem pendidikan masih menerapkan kurikulum sementara masa pandemi corona yang masih dikemas sederhana.

Untuk mengisi hiburan setiap harinya, para santri karantina diperkenankan bermain sepak bola ataupun volly di lapangan depan gedung SMK Mifda. Karena keterbatasan wilayah, mereka bermain secara bergilir kapanpun yang mereka ingin, selain waktu untuk kegiatan wadzifah dan sekolah. Setiap malam Jum’at juga digelar nonton film bareng di tempat yang sama.

Selama menjalani karantina, mereka tidak diperkenankan mengikuti pelaksanaan shalat Jum’at berjamaah di masjid, namun tetap diharuskan shalat Dzuhur berjamaah. Mereka tidak sama sekali boleh keluar dari lingkup ruang karantina. Ini merupakan perjalanan-proses kesabaran hidup yang perlu ditelateni. Bagaimanapun, mereka harus steril dahulu sebelum memasuki ‘ruang kehidupan’ pesantren yang sebenarnya di dalam asrama.

Setelah menjalani proses karantina selama dua minggu lamanya, para santri karantina akan diperkenankan memasuki areal asrama. Mereka beralih status menjadi santri lockdown di sana. Bagi yang telah masuk ke asrama sama sekali terlarang untuk keluar kembali, sepenting apapun urusannya. Bahkan dewan pengajar juga.

Kepedulian pengurus kentara sekali di masa pandemi ini. Hampir seluruh titik PPMH dibangun tempat cuci tangan bagi seluruh penghuni. Memasuki kawasan asrama wajib mengenakan masker dan setelah disemprot disinfektan seluruh permukaan tubuhnya. Demikian juga untuk mengikuti sholat Jum’at berjamaah – bagi dewan pengajar dan santri lama (baca: lawas). Setelahnya, seluruh santri dan asatidz wajib mencuci seluruh pakaian yang dikenakannya, karena dilakukan di Masjid Sirojuddin, luar areal pesantren.

Selain upaya fisik, usaha pembentengan diri dilakukan secara penguatan spiritual, yakni berdoa dengan wasilah bacaan manaqib setiap malamnya, yang dilaksanakan secara bersama-sama oleh santri lama. Juga diadakannya qunut Nazilah yang dibaca di rakaat terakhir setiap kali sholat berjamaah. Setidaknya upaya ini untuk mengkonter kemungkinan PPMH menjadi kluster baru penyebaran corona.

Kegiatan wadzifah keseharian di PPMH Ngroto dapat dikatakan sangat terbatasi. Selama masa pandemi, ruang gerak santri lockdown hanya terbatas pada lingkup asrama, sehingga mereka sama sekali tidak boleh ke mushola Miftahul Huda di luar asrama. Berjamaah dilakukan di mushola darurat. Kegiatan wadzifah tetap semarak meski dilakukan di kantin dan sebagian aula.

Sebagai bentuk pembentengan diri secara batin di samping secara lahir melalui upaya-upaya mengikuti protokoler kesehatan adalah setiap malam digalakkan kegiatan pembacaan manaqib dan sholat Tasbih berjamaah yang sebelumnya dilakukan sekali per pekannya. Untuk sementara, kegiatan syiar rutin di pondok pesantren oleh KH. Munir Abdullah ini dilaksanakan mandiri oleh para santri tanpa melibatkan jamaah.

Sistem pendidikan untuk saat ini berfokus pada pendalaman kitab kuning, mengingat SMK, SMP maupun MTs YASPIA yang merupakan tempat santri PPMH Ngroto menimba sekolah formalnya masih belum menentukan kapan mulai pembelajarannya secara tatap muka. Hal ini dimanfaatkan untuk mengejar target agenda rutin Khotmil Qur’an yang mestinya dilaksanakan pada pertengahan semester pertama.

Meski berada dalam masa pandemi corona, semangat belajar para santri tak surut cahayanya. Siang malam lantunan ‘Aqidatul ‘Awam dan Amtsilati menggema dari suara santri di setiap kelasnya. Kesemangatan mereka menjadi api picu yang harus terus digelorakan, semencekam apapun keadaannya. Semoga kita digolongkan sebagai orang-orang yang selamat dari pangggilan huru-hara. Aamiin.

Muhammad Zakki

Penulis dan mahasantri Ma'had Aly Al Fithrah, berasal dari kabupaten Pemalang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *