Popularitas (Pribadi) KH. Achmad Asrori al-Ishaqi

Ditulis Oleh: Muhammad Zakki

Lalu lintas media masa dewasa ini benar-benar padat dan ramai akan khlayak.

Apalagi semenjak pandemi Covid-19 menyeruak. Berbagai bentuk sisi hidup manusia yang beralih ke dalam jaringan tak bisa dielak.

Media online menjadi solusi dari keberadaan bencana pandemi masal yang tak kunjung beranjak. Sehingga bukan mengherankan jika kemudian materi dakwah juga bersliweran di media masa kian membeludak.

Tidak sedikitnya konten yang berbicara tentang agama adalah dihadirkan dalam maksud meningkatkan keimanan di masa pandemi yang tak juga reda.

Di tengah riuhnya cuitan status di media dengan materi yang sedemikian beragamnya, konten ceramah agama digadang-gadang mampu menawarkan angin segar, atau lebih tepatnya menjadi ‘patromaks’ atas hiruk pikuk rotasi hidup di media sosial yang sedemikian terbuka.

Sayangnya, keterbukaan media justru ‘dimanfaatkan’ bagi yang bukan ahlinya mengambil peran dengan berbicara tentang agama.

Ketiadaan aturan yang tegas memberikan ruangan luas untuk ‘melukai’ tubuh agama dengan pengetahuan oknum yang tak sempurna. Masing-masing bersikap dengan beraninya mendedikasikan dirinya bersikap layaknya ulama.

Pemahaman tentang definisi ulama pun memudar sudah. Kini atribut kebanggaan ulama bisa didapatkan dengan mudah.

Penampilan luar memang sama, tapi kredibilitas dan kualitas hati jelas berpisah. Ulama adalah sosok berpengetahuan dan meneladani prinsip-prinsip Rasulullah SAW dalam berdakwah. Bahwa tidak semua yang pandai bicara agama adalah ulama di sini terang sudah.

Salah satu yang patut disemati gelar ulama adalah KH. Ahmad Asrori al-Ishaqi. Beliau diyakini sebagai sosok wali.

Bukan tanpa sebab, keistikamahan dan keestuan serta kesahajaannya mampu menyihir siapapun yang beliau jumpai. Kesejukan perilakunya diakui oleh banyak umat, apalagi dengan Tarekat dan Alkhidmah yang beliau komandoi. Siapa sangka jika ia tak harapkan semua ini.

Ya, secara resmi pose foto beliau yang telah mendapat legalitas adalah yang diterbitkan oleh Pondok Pesantren Assalafi Al Fithrah yang telah dirintisnya. Hal ini untuk meminimalisir pembajakan ‘mengatasnamakan’ beliau demi kepentingan pribadi saja.

Uniknya, seluruh foto yang mendapatkan izin beredar adalah pose foto beliau bersama para tokoh habaib terkemuka. Tidak ada yang sendirian saja.

Setiap foto tersebut diimbuhi keterangan berbahasa Arab di bawah dan terpisah dengan gambar.

Di antara foto yang beredar adalah sosok beliau bersama Sayyid Muhammad al-Maliki, bersama Habib Umar bin Hafidz, bersama tiga habaib (yakni Habib Abdullah al-Haddar, Habib Muhammad Baqir, Habib Jakfar bin Muhammad bin Husain al-Saqqaf yang merupakan ketua Majlis Ulama Seiwun, Hadramaut, Yaman).

Para pecinta ataupun pengikutnya yang telah memiliki file foto beliau hanya diperkenankan untuk menyimpannya di berkas pribadi, atau menjadikannya sebagai koleksi pribadi dan tidak diperjualbeli.

Hal ini dikukuhkan dengan keluarnya Pedoman Media Sosial Organisasi Al-Khidmah yang merupakan hasil Rakernas Komisi III di LPMP Semarang. Keputusan musyawarah ini melarang siapapun men-share atau posting foto Kiai Asrori atau keluarga tanpa terkecuali.

Hal yang sama berlaku dalam banner atau poster yang menginfokan majlis dzikir atau pondok pesantren yang telah dirintisnya, di mana beliau juga keberatan untuk mempercantumkan fotonya.

Di zaman yang serba mudah seperti sekarang ini, sudah sejak lama beliau membaca akan bermunculannya kelompok yang mempergunakan foto ulama untuk memuluskan kepentingannya.

Sekarang ini bermunculan orang-orang yang mencari keuntungan di balik bingkai para ulama. Sebagaimana telah disampaikan Kiai Asrori dalam suatu ceramah, foto Kanjeng Syaikh Abdul Qadir Jilani yang beredar sekarang ini adalah gambarnya orang yang mencari nafkah.

Ini pembohongan nyata. Bagaimanapun tidak ada yang mengerti persis bagaimana rupa Kanjeng Syaikh karena pada waktu itu belum ada kamera.

Selain bentuk visual berupa foto, Kiai Asrori juga meninggalkan kenang-kenangan berupa audio rekaman pengajian maupun yang berupa audio visual (video).

Hal ini telah lama diinisiasi oleh beliau sendiri dengan menitahkannya kepada team Al-Wava dokumentasi. Hingga kini berkas yang mendokumentasikan beliau masih tersimpan rapi. Urusan distribusi dan dokumentasi adalah bagian Al-Wava dokumentasi.

Dalam hal penyiaran, Rasika Grub dan Elbayu adalah termasuk di antara channel radio resmi yang aktif menyetel materi pengajian beliau setiap harinya untuk diperdengar. Seiring berjalannya waktu bemunculan akun youtube dan beberapa media sosial yang ‘menggosob’ tayangan terkait beliau, dengan ataupun tanpa sadar.

Harus diakui bahwa di antara pemilik akun media tersebut tidak sedikit yang dilandasi oleh kecintaannya kepada beliau, namun tidak sedikit juga yang berbuat demikian demi mempertebal nominal isi kantong pribadi.

Mereka sama-sama lancang dengan melakukan perbuatan tanpa melihat potensi akibat yang bisa saja terjadi. Dan lebih tepatnya dengan tanpa lisensi resmi.

Sedang musimnya sekarang ini main comot dan potong video serta membenturkannya dengan video lainnya, menggorengnya lalu memasarkannya. Masyarakat terpikat aroma kelezatan palsunya, sehingga hampir saja seluruh orang membelinya. Sang penggoreng meraup idak sedikit keuntungan karenanya. Cuplikan pengajian tokoh satu digunakan untuk ‘menyerang’ tokoh lainnya.

Selain audio dan visual, beliau juga melahirkan karya teks, yang di antara yang paling serius digarapnya adalah Al-Muntakhabat.

Antara pesan lisan maupun tulisan ini secara tidak langsung adalah dipersiapkan oleh Kiai Asrori untuk perjalanan jarak jauh. Beliau menyadari bahwa usianya terbatas, sementara jamaah harus terus bertunas, sehingga ‘tanaman’ baru ini bisa menyaksikan prosedural yang baku dalam dua jenis peninggalan tersebut.

Memang media berperan ‘memperkenalkan’ sosok Kiai Asrori kepada khalayak luas.

Namun itu hanya sekejap yang kemudian raib bersama warna-warni informasi yang tiada batas. Ibaratnya ‘nguyahi segoro’ menggarami lautan, yang pengaruhnya hilang naas. Al-Khidmah dan Al-Fithrah yang dirintisnya adalah jauh lebih baik dari campur tangan oknum media yang tak jelas.

Misi dakwahnya bukan terbatas pada pemberian wejangan ke telinga kemudian hilang tanpa bekas. Beliau mampu memanagerial Al-Khidmahnya dengan cerdas. Sosok beliau tidak hanya dikenal kesejukan prahajanya, melainkan juga ditauladani amalan-amalannya tanpa bias.

Selagi seseorang masih memiliki niatan murni dalam menghidupkan agama-Nya, maka Allah Swt. akan memberikan kemudahan atas segala urusannya. Popularitas berhasil disandang Kiai Asrori berkat kesantunan, managerial kepemimpinan dan kedisiplinannya.

Muhammad Zakki

Penulis dan mahasantri Ma'had Aly Al Fithrah, berasal dari kabupaten Pemalang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *