Syekh Sirojuddin, Kiai Berdarah Madura #2

Ditulis Oleh: Penulis Gabungan*

Memang, catatan kisah syekh Sirojuddin sangat sedikit ditemukan. Sehingga tidak tahu pasti kapan masa hidup syekh Sirojuddin.

Namun menurut cerita sebelumnya, syekh Sirojuddin mulai tampak sekitar dua abad setelah wafatnya simbah Ganjur. Karena beliau yang menemukan makam mbah Ganjur dan ibunya.

Dari beberapa catatan, syekh Sirojuddin merupakan kiai yang berdarah Madura. Salah satu alasan yang tercatat bahwa mbah Sirojuddin sampai berada di pedukuhan Ngroto ialah beliau diajak oleh mbah Khamidin – seorang tokoh yang membabat-alas Ngroto dan merupakan kepala dukuh pertama, untuk menyebarkan dan mengajarkan Islam di Ngroto.

Memperkuat syekh Sirojuddin adalah kiai berdarah Madura, konon KH. Muhammad Utsman al-Ishaqi pernah berucap “Ngroto adalah abau madura” (berbau madura).

Jika melihat historisnya, keberadaan syekh Sirojuddin termasuk penyebab kyai Utsman datang ke Ngroto. Ceritanya, beliau pernah bermimpi melihat cahaya di sebelah timur kota Semarang, benar saja di sana ada pesarean syekh Sirojuddin.

Kunjungan kiai Utsman di Ngroto untuk yang pertama kali ialah tepat pada haul syekh Sirojuddin, dan beliau masih belum mengangkat baiatan.

Setelah beberapa kali kunjungan, beliau akhirnya mengangkat baitan hingga tersebar luas thariqah Qadiriyah wa Naqsyabandiyah di Ngroto. Bahkan dibilang, Ngroto adalah daerah pertama kali untuk wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta yang mendapatkan penyebaran thariqah Qadiriyah wa Naqsyabandiyah Utsmaniyah atau yang sekarang disebut penyebaran jama’ah Al Khidmah.

Sedikit yang dapat diceritakan ialah kiai Sirojuddin ini dikenal sebagai tokoh yang memiliki sifat keras, terutama dalam urusan agama.

Bahkan hingga sekarang-pun, pesarean beliau masih dianggap keramat atau dapat mendatangkan bala’ bagi yang memiliki hajat buruk. Dari cerita turun-temurun, dulunya syekh Sirojuddin pernah dititipkan seorang anak untuk diajarkan mengaji (melafadzkan Al-Qur’an).

Namun beliau mengembalikan anak itu setelah beberapa saat, karena ketidakmampuannya dan berkata “luwih pinter ketek e daripada bocah iki” atau lebih gampang mengajar ngaji monyet daripada anak ini”.

Tidak disangka, dengan kepandaian (karomah) beliau dan bahkan diberi batas waktu tertentu, syekh Sirojuddin berhasil mengajarkan ngaji seekor monyet. Hingga akhirnya dapat melafadzkan Al-Qur’an.

Di lain cerita, suatu ketika ada salah satu penduduk desa Ngroto yang mengadakan pernikahan dan posisi rumahnya berdekatan dengan pesarean syekh Sirojuddin.

Dengan konsep pernikahan yang menggunakan sound system berbunyi keras dan berlagu dangdut/koplo, terlihat pula sound systemnya menghadap persis ke pesarean beliau.

Sontak sound systemnya meledak dan mati tanpa ada kendala. Demikian masyarakat setempat secara tidak langsung memaknainya sebagai rasa ta’dzim dan ngati-ngati.

Sebagaimana yang dilansir suaramerdeka.com, makam syekh Sirojuddin pernah dipugar atau diperbaiki kembali. Hal ini diupayakan sebagai akses para peziarah.

Silsilah syekh Sirojuddin diyakini sampai pada Sunan Giri. Sedang silsilah di bawahnya tidak pernah putus.

Ceritanya, pemugaran ini dilakukan atas saran Habib Luthfi Pekalongan (ulama kharismatik dan ketua JATMAN) dan menurut beliau “pemugaran makam tersebut hanya dapat dilakukan oleh garis keturunannya dan kiai Munir (pengasuh PP. Miftahul Huda) diminta untuk melakukan pemugaran makam tersebut”.

Betul saja, menurut salah satu sumber, mbah Sirojuddin menurunkan mbah Menik dan mbah Guru. Mbah Guru menurunkan syekh Ishaq. Mbah Ishaq menurunkan syekh Irsyad.

Mbah Irsyad menurunkan mbah Abdullah dan beliau yang terakhir ini menurunkan mbah Maimun, mbah Misykah, mbah Munir Abdillah dan mbah Makkin.

Menurut salah satu sumber ini, mbah Guru adalah perempuan. Sehingga masih menimbulkan kemusykilan. Di samping nama yang hanya bisa disebut sebatas “mbah Guru”, juga apakah beliau merupakan istrinya mbah Ishaq atau ibunya mbah Ishaq? Hal itu masih belum ditemukan.

Saat ini, pesarean syekh Sirojuddin dapat kita jumpai di sebelah timur dari arah makam mbah Ganjur atau pondok pesantren Assalafi Miftahul Huda Ngroto. Di sana terdapat cungkup cantik dengan papan bertulisan nama beliau.

Disarikan dari beberapa sumber dan al-Lu’Lu’ wa al-Marjan fi Manaqib syaikh Muhammad Utsman.

*Ainul Yaqin dan Muhammad Malik

HIKAM.ID

Komunitas HIKAM. Sekolompok mahasantri pesantren Al Fithrah Surabaya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *