Wajah Baru Agama

Ditulis Oleh: Lifa Ainur Rahmah

(Ingatlah, sesungguhnya)

Allah  menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. (Q.S. 2, ayat 185)

Belakangan, dunia dihebohkan dengan virus yang dikabarkan datang dari Wuhan, China. Yang terbang dengan cepat, melintasi benua, menginfeksi hampir seluruh negara di dunia. Corona.

Corona bukan penyakit pertama yang mampu menjangkiti-menubangkan peradaban manusia. Ini pandemi yang ke sekian yang harus ditaklukkan manusia.

Sebelum corona, ada beberapa wabah lain yang menyapa, memporak-porandakkan, sekaligus membentuk peradaban yang baru dan berbeda di kalangan umat manusia.

 Semua kita tahu, karena virus ini, tatanan sosial berantakan, masing-masing kepala dicekam ketakutan, stigma-stigma negatif pada sesama dilancarkan, titik akhirnya adalah, manusia hampir kehilangan keseimbangan.

Ekonomi masyarakat dunia terancam ambruk disengat corona. Belum lagi ragam sifat-sikap masyarakat beragama

Kuntowijoyo, dalam “Muslim Tanpa Masjid”, menulis, bahwa agama tidak jauh berbeda dengan budaya, keduanya merupakan sistem nilai dan sistem simbol.

Keduanya mudah merasa terancam setiap kali ada perubahan. Seperti dalam konsepsi Clifford Geertz yang berkeyakinan bahwa agama adalah sistem budaya sendiri yang dapat membentuk karakter masyarakat.

Begitupun, dalam teori budaya Victor Turner, adanya dimensi liminal atau Liminal state. sebuah kondisi yang terdapat dalam suatu peralihan/tranformasi.

Di mana terdapat disorientasi, ambiguitas, keterbukaan, dan ketidakpastian (indeterminancy). Dalam liminal state inilah maka dimungkinkan terjadinya perubahan-perubahan dalam sebuah tradisi dan ritual sesuai keyakinan keagamaan

Hari ini, semua kita bisa melihat gambaran nyatanya. Bagaimana masyarakat beragama merasa terancam saat ada aturan-aturan yang melarang perkumpulan banyak orang — dalam rangka memutus mata rantai virus — meskipun dalam rangka beribadah.

Dari fakta ini, bisa disimpulkan bahwa, masyarakat dihadapkan pada dua kutub kepentingan. Corona di satu sisi. Agama di sisi yang lain.

Masyarakat dengan jaminan kesejahteraan rendah, akan menjadikan agama sebagai pelarian tunggal. Satu cahaya terakhir yang paling masuk akal.

Sampai di sini, saya ingin menitikfokuskan kata agama ke agama Islam. Terutama tatanan ibadah baru. Langsung, salah satunya ialah  tentang bagaimana kita masih ribut soal kebolehan melakukan shalat jamaah di tengah wabah. Terutama shalat Jumat.

Semua ulama sepakat, bahwa hukum melaksanakannya adalah fardu ain. Wajib untuk setiap individu. Tentu saja berdasarkan Al Quran dan Sunnah. Lalu para Fuqaha merumuskan aturan mainnya. Dihimpun dalam sebuah study ilmu yang dikenal dengan nama fiqh.

Fiqih biasa dimaknai dengan: faham, (dari sudut etimologi) dan ilmu yang mempelajari tentang syariat Islam, melalui jalur ijtihad.

Atau jika meminjam istilah Abdul Moqsih Al Ghazali dalam tulisannya yang berjudul “Fiqih Mayoritas dan Fiqih Minoritas”, Fiqih dimaknai dengan “Tafsir ulama atas Al Quran dan Hadith”.

“Sebagai sebuah tafsir, maka kebenaran Fiqh Islam menjadi relatif, tidak absolut.” Ia akan terus bergerak secara elastis, dan bisa menyesuaikan di mana hukum fiqh itu harus diterapkan. Ia dijanjikan shalih likulli zaman wa al makan.

Dengan berbekal tool yang memadai, berbentuk maqasid al syariah, ajaran-ajaran Al Quran bisa dibentuk sesuai keadaan.

Bidang Muamalah sudah menemukan wadah yang berbeda. Aturan-aturan di dalamnya bisa bergerak secara elastis dan fleksibel. Dengan tetap berkiblat kepada Al Quran — ajaran pertama dan praktik hidup seorang Muslim — dan hadith — tafsir Nabi Muhammad Saw atas Al Quran, suri tauladan umat Muslim untuk berislam dengan kaffah.

Menimbang adanya perubahan aturan main dalam fiqh muamalah, yang semula mensyaratkan bertemunya penjual dan pembeli ketika melakukan transaksi, menjadi sah dilakukan secara online asal an taradhin. Sama-sama ridha, dan seterusnya.

Para pemikir menawarkan shalat jumat direfleksikan sama seperti kejadian di muamalah tersebut. Sholat jumat online. Hal ini ditujukan agar Muslim tidak perlu dilema memilih antara satu dari dua sisi. Corona atau agama.

Hal ini memang tidak pernah digaungkan sebelumnya. Tidak ada tokoh agama yang mewacanakan sholat jumat online. Yang katanya asal satu daerah, sholat jumat online bisa menemui titik sah. Dan soal Imam (sholat), tidak lagi diartikan sebagai orang yang ada di depan makmum, tapi pemimpin sholat (saja).

Wacana ini tentu menarik, tapi sebelum ke situ, ada wacana Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqh al Sunnah yang bisa dipertimbangkan. Wacana yang memang tidak secara langsung menarasikan tutorial sholat jumat di keadaan seperti ini, tapi pas jika dipraktikkan di tengah pandemi seperti ini.

 Pertama, Islam adalah agama yang mudah, tidak boleh ada yang memaksa-memberatkan orang yang menjalankannya. Sebagaimana dijelaskan Q.S Al Baqarah: 286.

لا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفۡسًا إِلَّا وُسۡعَهَاۚ

Kedua. Shalat jumat boleh dan sah dilaksanakan oleh dua orang. Semua ulama sepakat, bahwa berjamaah adalah satu dari beberapa syarat sah sholat  jumat. Sepakat pula, shalat jum’at hukumnya wajib dilaksanakan dan berjama’ah.

Hanya yang kadang terlailaikan, merupakan perbedaan, adalah jumlah jamaahnya. Perbedaan ini bahkan menembus 15 pendapat. 15 teori.

Sayyid Sabiq condong pada pendapat yang mengemukakan sholat jumat sah dilakukan dua orang. Berdasarkan hadith Nabi riwayat Hakim yang menarasikan “Dua orang ke atas, itu sudah mencakup bilangan jamaah”.

الاثنان فما فوقهما جماعة

Sayyid Sabiq juga mengutip pendapat Abd al Haq, yang satu nafas dengan pendapat Al Suyuthi, bahwa tidak ada hadith yang menyebutkan berapa jumlah jamaah sholat jumat. Yang penting, ditunaikan secara berjamaah. Maka, berbekal hadith riwayat hakim di atas, sholat jumat yang dilaksanakan dua orang adalah sah.

Kelak, jika-pun sholat jumat online benar-benar ditanggapi serius oleh pemerintah atau  pemuka agama, semoga wacana ini bisa dijadikan opsi sebelumnya. Menimbang, tidak semua orang tua di negeri kita paham dengan hp-akses internet. Menimbang, membeli kebutuhan pokok lebih penting dibanding membeli paket data. Semoga sehat selalu kita semua, selalu dalam rahmat kasih-sayang-Nya.

Allah Know best!

Lifa Ainur Rahmah

Mahasiswi STAI Al Fithrah Surabaya, Santri Putri Pondok Pesantren Assalafi Al Fithrah Surabaya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *