Nasionalisme Pesantren Tarekat

Ditulis Oleh: Irvina Safitri*

Sumber Gambar: Alfithrah99sby.org

 Dalam Narasi sejarah, sejatinya warga Indonesia tidak pernah tunduk dalam satu irama “kekalahan”. Selama masa penjajahan di masa kolonial Beanda maupun di beberapa fase zaman, rakyat Indonesia selalu mengobarkan perjuangan dan perlawanan-perlawanan di berbagai lokasi dan melalui simpul pergerakan. Dulu, kyai dan santri pun turut ikut mengibarkan pergerakan dan perjuangan melawan di masa kolonial Belanda.

            Prinsip hubbul wathan minal iman (cintah tanah air termasuk keimanan) yang digelorakan Kyai Wahab Hasbullah kerap menumbuhkan dan memperkuat ruhul jihad (semangat berjuang) rakyat muslim Indonesia. Hingga kyai, santri dan jaringan pesantren bersatu menghalau penetrasi para penjajah, termasuk di masa kolonial Belanda.

            Nasionaisme sendiri adalah sebuah paham yang memposisikan kesetiaan individu terhadap negara dan bangsa pada posisi tertinggi. Bung Karno mendefinisikan nasionalisme sebagai pilar kekuatan yang dimiliki bangsa-bangsa untuk dapat berkibar. Menurutnya, nasionaisme juga dapat dinisbahkan kepada orang yang bersedia untuk berbakti dan memperbaiki nasib bangsa, kaum kecil dari kemelaratan dan melindingi rakyat dari penindasan.

            Suasana hari ini – atau bulan ini diidentikkan dengan kemerdekaan Indonesia. Tepat pada tanggal 17 Agustus, semua warga Indonesia berbondong-bondong meramaikan hari proklamasi itu. Tak kalah mengesankan, para pesantren di seluruh penjuru Indonesia pun turut-serta menyelenggarakannya dalam rangka kehormatan mereka terhadap jasa besar para pahlawan Indonesia.

            Salah satunya ialah pondok pesantren Assalafi Al Fithrah Surabaya. Meskipun PonPes ini terkenal sebagai pondok yang bertasawuf dan bertarekat, tetapi jiwa kebangsaan atau nasionalisme nya selalu berkibar di sana. Di setiap tahun, PonPes ini terus selalu menyelenggarakan dan meramaikan 17 Agustus. Bahkan dihiasi dengan beragam formasi barisan paskibra (Pasukan Pengibar Bendera Pusaka) yang terus diubah di setiap tahunnya.

            Sebenarnya tidak hanya itu, ada dua sisi yang bisa saya amati tentang nilai nasionaisme yang terpendam dalam jiwa PonPes Assalafi Al Fithrah Surabaya. Justru lebih banyak dari itu, jika disandarkan dengan aktivitas atau yang pernah dilakukan oleh KH. Achmad Asrori al-Ishaqi, selaku pendiri Ponpes Assalafi Al Fithrah Surabaya.

            Pertama, toleransi terhadap keberagaman atau setiap pemeluk agama yang berbeda. Kyai Asrori yang dikenal dengan kyai kharismatik, sufi dan mursyid thariqah, juga dikenal dengan kyai yang non-partisan terhadap kelompok keagamaan tertentu atau partai politik tertentu. Meskipun memiliki jama’ah dan pengikut yang banyak, Kyai Asrori tetap menjaga keutuhan bangsa dan negara Indonesia. Jika dipikirkan, bukankah peluang membangun sebuah kelompok partai atau keagamaan sangat besar? Namun tidak seperti ini yang dilakukan Kyai Asrori.

            Ada sebuah toleransi antar agama yang dapat dilihat di majlis Haul Akbar Bali, salah satu majlis yang biasa diadakan oleh Al Khidmah atau jama’ah yang didirikan oleh KH. Achmad Asrori al-Ishaqi. Di sana, tidak hanya orang-orang muslim, masyarakat atau tokoh-tokoh dari kalangan Hindu yang bermukim di sekitarnya turut-serta menghadiri majis tersebut – wawancara ust. Choirus Sholihin oleh salah satu mahasiswa STAI dalam proses penggarapan skripsinya.

            Kedua, cintah tanah air dan keikutsertaan terhadap sistem ke-Indonesiaan. Ponpes Assalafi Al Fithrah Surabaya adalah PonPes yang menerapkan kesalafan dan keagamaan yang tinggi, disertai praktik-praktik tasawuf dan tarekat. Tetapi PonPes ini juga mengikuti tentang persoalan sistem, mulai dari payung hukum, sistem administrasi, libur nasional, upacara bendera dan sistem atau acara yang bersifat menunjukkan keikutsertaan terhadap sistem ke-Indonesiaan dan cintah tanah air.

            Dalam upacara 17 Agustus yang biasa diadakan di setiap tahunnya, PonPes Assalafi Al Fithrah memiliki kekhasan tersendiri. Dengan bentuk formasi yang terlihat resmi dan mengesankan, tetapi PonPes ini tetap melestarikan khasnya sebagai santri Al Fithrah, yaitu dengan berseragam jubah-jubah putih. Tidak hanya itu, seringkali mengundang perwakilan dari kapolsek Kenjeran untuk turut menghadiri upacara bendera tersebut. Tidak peduli itu muslim atau non-muslim, bersikukuh diundang untuk menghadiri.

            Akan tetapi, seperti sekarang saat ini kita diuji oleh pandemi covid-19. Pastinya, kita harus menyadari bahwa dibalik itu semua ada hikmah sekaligus takdir Allah SWT. Setiap tahunnya, PonPes Assalafi Al Fithrah Surabaya mengadakan kegiatan-kegiatan yang ramai dan berkuruman, tetapi sekarang tertunda. Kurang paham, bagaiamana di PonPes ini saat 17 Agustus besok? Upacara yang mengesankan.  Para santri atau yang bermukim di sana belum aktif normal (belum balikan, sepi). Bismillah, hal tersebut masih diusahakan dan diikhtiarkan oleh para pengurus PonPes Assalafi Al Fithrah Surabaya.

            Semoga, tahun besoknya, dapat terlancarkan secara normal kembali atas izin Allah SWT. Majlis-majlis, acara-acara semacamnya dan termasuk upacara-upacara bendera biasanya. Amiinnn.

*Irvina Safitri. Mahasiswa STAI Al Fithrah Surabaya. Prodi PGMI, Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah.

HIKAM.ID

Komunitas HIKAM. Sekolompok mahasantri pesantren Al Fithrah Surabaya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *