Mati dan Refresh Eksistensi

Ditulis Oleh: Muhammad Zakki

Sumber Gambar: Gana Islamika

Kita semua tahu bahwa pandemi sungguh menyesak di hati. Tidak sedikit manusia yang merenggang nyawa dan mati. Di sini kita tidak akan menelusuri siapa yang paling bertanggung jawab dalam bencana ini, atau siapa yang jadi dalang atas ini ‘konspirasi’. Yang pasti ialah semua yang pernah menjalani hidup pasti mati. Ini niscaya dan semua jenis manusia menyepakati meski belum pernah merasakannya sendiri.

Tahun lalu, tepatnya di pertengahan 2019 di mana pandemi covid 19 belum seviral ini di muka bumi, umat muslim Indonesia digemparkan dengan wafatnya salah seorang kiai, yang ketokohannya terakui. Sebelumnya, tak banyak generasi muda milenial yang mengetahui selain kaum santri.

Namun di menit kewafatannya itu juga seluruh dunia hampir semuanya mengenali. Kecanggihan media turut membantu tersebarnya berita ini. Semuanya menyayangkan kenapa harus dimakamkan di luar negeri. “Padahal jika di sini kan akan memberkati negeri ini”. Kiai Maimun Zubair atau Mbah Maimun yang sudah berpuluh-puluh tahun mendedikasikan diri kepada ilmu sebagai bentuk pengabdiannya dalam mencerdaskan kehidupan anak-anak negeri baru kian dikenal justru setelah ‘mati’.

Ribuan murid menyesalkannya. Orang-orang awam kepo akan ‘bekas perjuangannya’. Berramai membuka lembar gagasannya. Berbondong orang-orang tua ingin memondokan anak ke pesantrennya disebabkan kealiman dan kesahajaannya. Mereka ‘tercerahkan’ justru ketika si empunya tiada. Ketiadaan menjadi ‘api picu’ yang makin menerangkan keharumannya. Namanya terus menjadi perbincangan orang di dunia. Materi pengajian ustad kontemporer banyak yang mengutip dawuh-dawuhnya. Bukti konkrit semacam ini semakin menguatkan bahwa matinya raga bukan berarti menjadi mati pula eksistensinya.

Dalam ajaran, tradisi dan keyakinan masyarakat Islam, terutama yang selaras dengan pemahaman ‘ahlissunah wal jamaah’ Indonesia, Nahdlatul Ulama, berlaku yang namanya ‘talqin mayit’. Talqin mayit adalah pengajaran soal kubur beserta kunci jawabannya dari orang yang masih hidup kepada mayit. Biasanya dilaksanakan setelah sempurna penguburannya. Mereka berkeyakinan bahwa orang yang meninggal masih memiliki daya untuk mendengarkan suara dunia di sekelilingnya.

Keyakinan ini masih berlaku untuk segala jenis mayit yang berbeda tanggal kematiannya, sehingga berlakulah ziarah kubur. Dalam persepsi mereka, mayit masih tetap bisa merasakan ‘kehidupan’ meski telah berakhir hidup dunianya. Mayit tetap bisa menerima lantunan doa yang akan meringankan siksanya.

Meski jasad telah bagaimanapun kondisinya, tapi ruh masih tetap ada. Mereka yakin benar akan keberadaan surga dan neraka yang bakal menjadi balasan setimpal yang akan diterima kelak kiamat tiba.

Alkisah tersebutlah seorang tabiin yang hidup pada masa Rasulullah Saw. Ia ‘menangi’ Rasulullah Saw. dan mengimani risalah Islam-nya, akan tetapi secara jasadiyah belum sempat ketemu ‘sowan’ langsung dengan beliau, bahkan melihat punggungnya saja tidak. Dalam sejarah termaktub bahwa ia pernah melakukan ibadah umrah dengan menyertakan ibunya yang sudah demikian renta.

Digendongnya sang ibu menuju tanah Hijaz dari Irak yang berratus kilometer jauhnya. Sayang di sana ia tidak berkesempatan bersua Rasulullah Saw. Singkat cerita kembalilah sosok tabiin bernama Uwais al-Qorni ini ke kediaman bersama ibundanya.

 Mengetahui ini, Rasulullah Saw. berpesan kepada Umar dan Utsman untuk menemuinya, “Mintalah doa kepadanya”. Wasiat ini baru bisa ditunaikan setelah Rasulullah Saw. meninggal dunia. Masyarakat sekitar menilai Uwais sebagai pribadi sederhana sebagaimana orang-orang miskin di desanya.

Kesehariannya adalah mencari kayu bakar dan meladeni keperluan ibunya yang tua renta. Tapi siapa tahu, Rasulullah Saw. mengenal kedektannya kepada-Nya sampai memohonkan keberkahan doa dari sosok yang mengabdikan kesehariannya untuk orang tua. “Penduduk bumi mengabaikannya, tapi mereka yang di langit sana menyanjungnya”.

Kisah Uwais di atas menjadi refleksi bagi kita untuk selalu menahan diri dari ber-negative thingking. Kita tidak berhak menilai seseorang hanya berdasar lirikan sekali saja. Bisa saja orang yang duduknya sejajar dengan kita di majlis khutbah tidak sedekil penampilannya. Mungkin ia bukan apa-apa di mata kita, tapi mungkin juga istimewa di hati sebagian lainnya.

Eh ternyata orang yang miring dipersepsian kita itu adalah salah satu relawan paling berjasa dalam upaya penanggulangan menularnya pandemi corona di bumi Nusantara. Sekali lagi, eksistensi bukan soal ketergantungan dengan realitas badan semata, melainkan keberpengaruhan yang telah disayatkan melalui perbuatan yang diwujudkannya.

Eksistensi dalam kerangka tubuh manusia sendiri, jika kita gambarkan adalah berdiri atas dua penopang berbeda, yakni tubuh nyata dan ruh yang tak kasat mata. Keduanya saling menyempurnakan merangkai manusia seutuhnya. Manusia dengan jasad saja tak ubahnya mayat tanpa nyawa, sedangkan ruh tersendiri tanpa jasad dirasa sama dengan makhluk halus posisinya. Untuk ‘mengupgrade’ eksistensi ini, manusia perlu berbuat ‘sesuatu’ yang membuat namanya terus hidup, meski jasadnya telah musnah.

Konsep terakhir inilah yang banyak diamalkan oleh orang-orang saleh. Mereka ber-eksistensi dan turut mendongkrak eksistensi-eksistensi lainnya. Bahasa halusnya “Mereka tidak kerso masuk surga sendirian”. Hal yang menakjubkan ini telah dilakukan oleh para wali. Meski telah sekian lama berpulang ke hadirat Tuhannya, namanya terus hadir dalam sanubari para murid-muridnya, mereka terus mengenangnya. Ruhaninya terus memantau dekat murid-muridnya setelah berlepas dari raganya, karena tidak lagi tersekat oleh jerat kepentingan dunia (Al-Muntakhabat fi Rabitah al-Qalbiyah wa Silat al-Ruhiyah, Vol. 4, hal. 252).

Segenap pengorbanannya kepada Tuhan dibalas kasih sayang oleh-Nya, sehingga ‘merendahkan’ eksistensinya bermakna membunyikan genderang kepada-Nya. Ia ‘berkobar’ eksistensinya setelah mati tubuhnya, tentu berkat eksistensi-Nya.

Muhammad Zakki

Penulis dan mahasantri Ma'had Aly Al Fithrah, berasal dari kabupaten Pemalang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *