Toleransi Sesama Muslim Lebih Mudah dari Toleransi Keberagaman
Ditulis Oleh: Siera Annadiya*
Ber-agama merupakan keniscayaan – hak/fitrah setiap manusia yang dibawa sejak lahir. Sebuah kepercayaan yang hendak dihargai dan dilindungi. Beragama adalah satu-satunya yang mensajikan kereligiusan hidup.
Melaluinya, manusia dapat mengerti, mendekatkan diri dengan Sang Pencipta. Setiap agama memiliki jalannya masing-masing untuk mengenal dekat dengan Tuhan yang dipercayainya.
Islam-pun demikian. Berbagai macam corak metode yang ada sesuai dengan aliran atau pemikiran masing-masing.
Sayangnya, fenomena ini dibawa dalam ruang perdebatan, pertingkaian hingga berujung pada penjustifikasian dan pelabelan “kafir” antara satu kelompok terhadap kelompok lain.
Bukankah Islam adalah Rahmatal lil ‘alamiin?Layaknya yang dikenalkan oleh tokoh utama dalam sejarah Islam. Seorang tokoh yang bahkan terdaftar di deretan 100 tokoh berpengaruh di dunia.
Namanya Muhammad SAW, Rasul pembawa cahaya bagi seluruh kehidupan di muka bumi. Bukankah beliau memiliki samudra kesabaran yang tiada batas – yang membuat Islam mudah diterima dan berkembang sampai sekarang.
Selain kesabaran, kebijaksanaan yang dimiliki Rasulullah dalam menyikapi berbagai macam persoalan sangat untuk disuri tauladani.
Lalu, mengapa kita sebagai ummatnya tidak sedikit saja berusaha memiliki sifat dan sikap seperti sang nabi yang dapat menyatukan ummat.
Siapakah kita yang hanya dengan sedikit ilmu lalu dengan mudahnya melabelkan kafir kepada mereka yang berlainan dengan keyakinan kita, berbeda dengan praktek agama kita.
“shalatmu kok begitu?, kok ndak pakek Qunnut?”
“kok dzikirmu gitu, pakek geleng-geleng kepala sudah kayak orang gila saja”
Dan masih banyak lagi pernyataan-pernyataan yang mudah sekali memancing perdebatan yang berujung pada permusuhan dan pertingkaian sesama muslim.
Meskipun hanya dilatar belakangi oleh tata cara beribadah yang berbeda. Mudahnya bermunculan kasus pelabelan sesat ataupun kafir antar sesama muslim semakin membenarkan narasi-narasi yang dituliskan oleh para sekutu “bahwa Islam adalah agama yang rendah toleransi”.
Mereka yang mudah sekali melabelkan sesat dan kafir dengan mudahnya juga mengataskan namakan Allah dan Rasul-Nya yang mereka sebut dengan jihad fii sabilillah. Jika gugur, maka dalam keadaan syahid.
Surat at-Taubah ayat 36 yang sering diartikan dengan logika tentu tidak dibenarkan. Arti yang ditampilkan sebagai dalil kuat untuk membunuh mereka yang dianggapnya kafir.
Surat tersebut adalah salah satu dalil yang dijadikan landasan yang banyak disalah artikan dan salah penerapan oleh sebagian kalangan yang berujung pada pembunuhan sesama muslim.
Lalu Islammu atau Islamku yang paling benar, bukankah semua bentuk beribadah yang ditunaikan adalah untuk bertaqorrub illallah dan memuji Sang Tuhan?
Islamku yang berdzikir dengan gerakan menggeleng-gelengkan kepala yang sampai dibilang seperti orang gila, atau Islammu yang berdzikir tanpa gerakan? atau Islamku yang sholat dengan wirid yang panjang atau Islammu yang tanpa wirid? bagaimana, bagaimana dan bagaimana bambang? Hehe
Tentu semuanya sama-sama dibenarkan. Semua memiliki landasan masing-masing. Tidak ada yang salah dan yang salah itu yang tidak beribadah.
Dalam sebuah riwayat, ketika Usamah bertemu dengan seseorang, yang didatanginya dan ia hendak membunuhnya. Lalu orang tersebut mengucapkan (tauhid) : la ilaha illallah. Tapi, Usamah tetap bersikeras untuk menikamnya hingga orang itupun terbunuh.
Sewaktu ia sampai ke Madinah dan berita itu juga terdengar oleh Rasulullah SAW, maka beiau-pun marah pada Usamah. “apakah kamu membunuhnya setelah ia mengucapkan la ilaha illallah?” – perkataan Rasulullah pada Usamah dengan berkali-kali sampai ia merasa berharap tidak masuk Islam sebelum hari itu.
Hadits ini diriwayatkan oleh al-Bukhari dan dicantumkan oleh al-Nawawi dalam kitab Riyadh al-S{alihin. Sebuah hadits yang mencerminkan untuk memperlakukan seseorang sesuai hukum lahirnya, meski bathinnya berlainan.
Begitulah, seseorang yang semakin berilmu, justru hendaknya semakin tinggi pula sikap toleransi yang dimiliki. Indonesia itu bhineka tunggal ika. Mengherankan, dengan agama lain saja dapat saling menghargai, namun dengan sesama muslim “kok ndak bisa?”
*Siera Annadiya lahir 1 september 2000 mahasiswi mahad Aly al Fitrah surabaya santri pondok pesantren al Firtrah yang masih belum memiliki prestasi, pernah tergabung dalam komunitas pena santri yang menjadi langkah awal untuk mengenal dunia kepenulisan.Bakat menulisnya masih di tinggkat pemula yang terus diasa bersama teman-tamannya di komunitas Hikam.