Mengumbar “Aku Cinta Guru”, Jangan Bangga Dulu

Ditulis Oleh: Muhammad Malik

Sumber Gambar: InpasOnline.com

Bagi seorang murid atau yang bergumul dalam dunia thariqah, bimbingan dan dorongan ruhaniyah dari seorang mursyid sangat dibutuhkan. Agar, perjalanannya tidak keluar lajur atau bahkan terjerumus ke jalan yang salah. Sehingga, bukannya sampai ke tujuan haqiqi, kehadirat Allah SWT, akan tetapi malah semakin jauh dari-Nya. Sepertihalnya maqalah:

مَنْ لَا شَيْخَ لَهُ فَالشَّيْطَانُ شَيْخُهُ.

“barang siapa yang tidak mempunyai seorang guru, maka syaitanlah gurunya”.

Lantas! Bagaimana dengan nasib para murid yang telah ditinggal oleh mursyidnya. Telah dipanggil oleh Allah SWT? (menjumpai ajalnya)

Kematian sendiri tidak akan melewatkan setiap yang pernah menghirup (nafas) hidup. Baik yang kafir, para muslim, para wali, para ulama dan semuanya yang hidup pasti akan menemui ajal. Seorang nabi saja telah menemui ajalnya.

Tentunya, sang mursyid akan membutuhkan pengganti yang mampu memegang tongkat estafetnya dan meneruskan perjuangannya dalam bimbingan thariqah. Hal ini sebagaimana kutipan syaikh Achmad Asrori al-Ishaqi dalam al-Muntakhabat fi Rabithat al-Qalbiyah wa Shilat al-Ruhiyah, ia menceritakan tentang sosok mursyid yang telah mendekati ajalnya, dan sebagian besar muridnya membicarakan mengenai siapa yang akan mendapat izin sebagai khalifah setelah kewafatannya.

Guru mursyid tersebut kemudian berkata “datangkanlah fulan!” Maka, didatangkanlah si fulan. Kemudian sang guru tersebut membentangkan sajadah untuknya, seraya berkata “bicaralah kepada saudara-saudaramu tentang thariqah sebagai ganti saya, saya akan pergi menghadap Allah SWT”, Berbicaralah si fulan tersebut tentang adab suluk, cara bermakrifat dan selainnya yang belum pernah didengar sekalipun oleh murid yang lain Akhirnya, mereka-pun tercengang dan menerimanya sebagai khalifah.

Sebenarnya, seorang guru mursyid sudah melihat, siapa yang kelak akan menggantikannya? Dari hikayat di atas, ikatan hati, ruhaniyah seorang guru mursyid dengan sosok murid yang diangkat sebagai khalifah tersebut sangat kuat. Daya tarik (magnet) keridloan seorang guru kepada muridnya yang menjadi penghubungnya.

KH. Achmad Asrori al-Ishaqi dalam al-Muntakhabat nya mengutip sebuah hikayat tentang seorang murid yang pernah ditanyai oleh gurunya, “apakah engkau bermahabbah (mencintai) ku hai fulan?”. Lantas murid itu dengan sangat percaya menjawab “wahai guru! Lantaran mahabbah (kecintaan)-ku kepadamu, tersambunglah ikatan ini”. Kemudian guru tersebut menimpali “engkau akan mengerti kelak”. Setelah kejadian itu, murid tersebut tidak pernah bisa menjumpai gurunya selama satu tahun, hingga guru tersebut mema’afkan perilaku murid yang demikian.

Hikayat ini menjelaskan bahwa hubungan, perjumpaan guru dan murid itu terjadi sebab mahabbah sang guru kepada seorang murid. Sehingga dapat mengantarkan murid itu menjumpai guru tersebut, bukan sebaliknya. Ketika mahabbah seorang guru kepada muridnya telah hilang, maka hilang pula ikatan yang terjadi anatara keduanya.

Apakah kita akan menemui keberkahan hidup, kehidupan yang tentram atau hati yang kokoh dan jernih kepada Allah, sedangkan ada kekasih Allah yang merasakan ketidaksukaan sedikit(ga kerso: jawa)?

HIKAM.ID

Komunitas HIKAM. Sekolompok mahasantri pesantren Al Fithrah Surabaya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *