Dosa-mu, Kendaraan-mu (Menuju Surga)

Ditulis Oleh: Muhammad Malik

Sumber Gambar: jalansirah.com

“Senantiasa-lah terus berbuat baik, agar mendapatkan ending yang baik pula”

Manusia bersama hidupnya takkan lepas dari dosa. Entah itu besar, kecil, disengaja, atau tidak. Semuanya pasti melekat pada diri setiap insan. “Dosa” sama saja dengan konsekuensi atau semacam lumuran kotor yang harus ditanggung dan dipikul dalam kehidupan di setiap kasusnya.

Siapa saja terpuruk atau berlumur dosa, lalu tidak peduli atau tidak berkeinginan untuk membersihkan dirinya (bertaubat kepada Allah SWT). Maka ia akan mendapat hukuman serta siksaan kelak di Neraka-Nya. Andaikan ia bangkit (tidak putus asa) untuk memperbaiki dirinya dari kotoran-kotoran dosa, niscaya sesungguhnya Allah SWT adalah Dzat Yang Maha Pengampun.

Seorang yang telah bertaubat layaknya orang yang tak lagi punya dosa – keterangan al-Risalah al-Qusyairiyah. Lumuran dosa memang membekas, tetapi cinta Allah padanya menjadikan kotoran dosa itu tidak terlihat (tidak apa-apa).  Kuncinya adalah senantiasa mengharap ampunan dan rahmat dari Allah SWT. Sekaligus menyesali sebelumnya dan menjaga diri agar tidak terjerumus kembali ke dalam lembah kedurhakaan.

Tetapi, semua itu adalah bentuk ikhtiyar atau usaha seorang hamba. Amal bukanlah satu-satunya penyebab seseorang berada di Neraka atau di Surga.  Bahkan sebuah hadis menyebutkan:

” إِنَّ الْعَبْدَ لَيَذْنُب الذَّنْبَ, فَيُدْخِلُهُ ذَنْبُهُ الْجَنَّةَ”

“sungguh seorang hamba akan senantiasa berlumuran dengan dosa, tapi justru dosa itu menjadi sebab ia masuk ke surga”.

Banyak pula yang telah bertaubat kepada Allah SWT, namun di kemudian kembali mengulangi dosa yang pernah diperbuat. Ada pula justru karena itu, keinginan untuk kembali memperbaiki diri semakin menancap kuat dalam diri. Sehingga membuatnya semakin merasa hancur, tidak memiliki kemampuan lagi mengulangi dosa kembali selain menyandarkan semua kehendak kepada Allah SWT. Di situ, ia dibilang telah mengawali pendakian menuju taubat, taubat yang sebenar-benarnya.

من علامة الاعتمادِ على العَمَلِ نُقْصانُ الرَّجاءِ عند وجودِ الزَّللِ

termasuk tanda-tanda bersandar pada amal ialah raja’ (pengharapan) yang semakin kurang saat mengalami kesalahan

Dari hikmah ini (al-Hikam Ibn ‘Atha’illah), bahwa seseorang yang menyandarkan semuanya pada amal secara lahir, maka semakin terkikis pengharapannya pada rahmat Allah SWT. Bukan amal-lah yang menjadi ramalan seorang hamba, apakah berada di Surga atau di Neraka? Tapi, Rahmat Allah SWT.

لا يدخل أحدا الجنة عمله. قالوا ولا أنت يا رسول الله ؟ قال  ولا أنا إلا أن يتغمدني الله بمغفرة ورحمة

Tidak ada seorang-pun yang karena amalnya, ia masuk Surga. Begitu-pun, engkau, wahai Rasulullah SAW, lanjut para shahabat. Rasul menjawab: tidak pula saya, kecuali hanya karena limpahan ampunan dan rahmat Allah SWT.” HR. Bukhori

Dosa apapun itu. Sebanyak apapun berulangkali. Entah sebesar apapun, kecuali syirik. Selama ia betul-betul mau bertaubat dan menempuh jalan kebenaran dengan tekad untuk tidak kembali melakukan dosa-dosa, maka dosa-dosa itu yang semuanya pernah dilakukan layaknya pengantar. Sebuah kendaraan atau pengantar seorang hamba untuk mendapat kebahagiaan abadi esok.

Itu semua juga pernah disampaikan KH. Achmad Asrori Al ishaqi dalam sebuah kesempatan:

رُبَّ ذَنْبٍ أَدْخَلَ صَاحِبَهُ اِلَى الْجَنَّةِ

“kerapkali, justru dosa yang telah mengantarkan pemiliknya masuk Surga”.

Artinya, tak jarang dosa itu menghantui pikiran. Menimbulkan kesan negatif pada diri seseorang. Sehingga dirinya merasa hancur, merasa berlumuran dosa, merasa diri buruk. Lalu diselimuti oleh keinginan tulus untuk memperbaiki diri (bertaubat). Pada saat itu, turunlah hidayah dari Allah SWT kepadanya dan dibukakanlah pintu taubat. Allah SWT senantiasa mendekati setiap hamba yang hatinya hancur, namun masih mau bertaubat – Nataij al-Afkar.

Barangkali kita dengar prakata “lebih baik maling yang masih mengakui ke-malingannya, daripada orang baik yang mengaku-ngakui kebaikannya”

Seorang yang berperilaku buruk, pemaksiat, pemabuk, tak selalu berakhir dengan ending yang buruk pula. Seringkali, kita dapatkan dari mereka yang dirubah 180 derajat oleh Allah SWT menjadi orang yang sholeh. Begitu-pun sebaliknya. Sebagaimana perbuatan buruk (dosa) dapat menjadi perantara ke Surga, maka perbuatan baik pula dapat menjadi perantara ke Neraka.

Muhammad Malik

Mahasantri Ma'had Aly Al Fithrah, pemuda Purwodadi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *