Justru Sabar Adalah Penangkal Penyebaran Wabah Corona
Ditulis Oleh: M. Nurush Shobah
Akhir-akhir ini, Indonesia dan bahkan dunia digemparkan dengan sebuah virus. Virus international, yaitu virus Corona (pandemi). Hingga seluruh penjuru dunia sepakat merekomendasikan lockdown atau bahasa kita “di rumah saja”. Setiap interaksi sosial apapun dibatasi untuk sementara waktu sampai situasi telah aman dan steril dari wabah ini. Semua yang dilakukan itu hanya untuk mengurangi dan bertujuan memutus mata-rantai penyebaran virus Corona. Karenanya, lolasi-lokasi yang rawan dengan kerumunan seperti sekolah, perkuliahan, pesantren dan sebagainya ditutup namun tetap beroperasi di dunia online atau maya.
Informasi tentang warga-warga terkonfirmasi positif Corona yang senantiasa terupgrade, membuat orang-orang merasakan kecemasan dan ketegangan. Bukan suatu hal yang mengherankan, bahkan jumlah kematian jiwa terus menambah. Tragedi semacam ini, ketegangan, kecemasan atau kepanikan justru mengurangi daya tahan tubuh. Dalam ulasan tirto.id yang dipost pada 19 Maret 2020, Psikolog Wiene Dewi dari Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi) mengakui hal yang demikian, bahkan akan mudah terjangkit virus. Dalam dunia Psikologi kesehatan, semacam ini biasa disebut psikosomatik. Tidak hanya ulasan tirto.id, suaraindonesia.com, kompasiana dan selainnya juga mengulas bahwa pola pikiran juga berpengaruh pada kondisi kesehatan.
Menurut Wiene Dewi, seseorang yang sedih, emosi dan tertekan, otaknya akan mengeluarkan hormon noradrenalin. Sebuah hormon beracun yang dapat menjadikan daya tahan tubuh lemah, cepat tua dan mematikan saraf. Di samping untuk selalu mengkonsumsi makanan yang sehat dan bergizi, baginya mengatur pola pikir untuk tetap berpikiran postif dan tetap tenang juga memperkuat daya tahan tubuh.
Akhirnya, dia sebagai psikolog mengharapkan warga-warga untuk tetap tenang dan membangun pikiran positif, bukannya saling menyalahkan dan cemas. Pak Joko Widodo, presiden Indonesia juga seringkali memberikan asupan seperti ini. Kerap kali kita dengar di siaran-siaran iklan saat bapak presiden berbicara tentang virus Corona. “jadi, sebetulnya musuh terbesar kita saat ini adalah bukan virus itu sendiri. Tetapi rasa cemas, rasa panik, rasa ketakutan dan berita-berita hoax serta rumor kita. Sebenarnya harus yakin dengan fakta, informasi, solidaritas bersama dan gotong-royong” ungkapnya.
Bagi umat Islam yang sejati, mungkin telah mengenal bunyi hadits qudsi:
أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي
“saya (Allah Ta’ala) sesuai prasangka hamba-Ku pada-Ku”.
Lalu jika pikiran selalu terpenuhi dengan prasangka negatif, prasangka bahwa kita akan mudah terjangit virus, rasa cemas, hal tersebut boleh saja akan terjadi, na’udzubillah. Tetapi jika sebaliknya, maka akan sebaliknya.
Untuk melawan rasa cemas, kepanikan dan ketegangan, semua itu sungguh telah tercover dalam ajaran Islam, yaitu sabar. Al-Qur’an telah menandaskan semua itu hanyalah cobaan dan musibah yang akan teratasi dengan kesabaran. Tepatnya dalam firman:
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ. الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun” (QS. Al-Baqarah: 155-156)
Bagi saya melalui kepercayaan kuat, ini semua adalah skenario Tuhan. Bahkan dalam kekuasaan-Nya, tersebarnya virus Corona ini bisa-bisanya tepat di bulan Ramadlan atau buan Puasa. Jika dipikirkan kembali, antara puasa dan sabar memiliki kesamaan, yaitu menahan dan mencegah. Al-Ghazali dalam asrar al-shaum, juga menegaskan bahwa puasa adalah separuh dari kesabaran. Al-Qur’an pun (keterangan dalam al-I’jaz al-‘Adadi li al-Qur’an a-Karim karya Abdur Rozak Noval), kata “sabar” dan ‘puasa” sama-sama memiliki porsi 14 kali penyebutan dalam Al-Qur’an.
Tidak hanya di masa sekarang, di masa Rasululllah SAW pernah terjadi semacam wabah yang dalam sebuah riwayat disebut wabah tha’un. Wabah ini saat itu telah mengelilingi Syam, namun anjuran Rasulullah SAW bagi umat Islam untuk tetap tenang dan tidak lari ketakutan.
أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ خَرَجَ إِلَى الشَّأْمِ فَلَمَّا جَاءَ بِسَرْغَ بَلَغَهُ أَنَّ الْوَبَاءَ وَقَعَ بِالشَّأْمِ فَأَخْبَرَهُ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ بِأَرْضٍ فَلَا تَقْدَمُوا عَلَيْهِ وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلَا تَخْرُجُوا فِرَارًا مِنْهُ
“ada sebuah wabah yang terjadi di Syam lalu saat itu Rasulullah SAW mengatakan: jika mendengar di daerah lain tentang wabah itu, janganlah ke sana. jika terjadi di daerah kalian, janganlah keluar dan lari ketakutan.” (HR. Bukhori)
Dalam riwayat ini, ternyata terdapat sisi lain, yaitu aspek psikologi yang sebagaimana diterangkan oleh Wiene Dewi untuk tidak merasa tertekan, ketakutan dan cemas. Bagi kaum sufi, kesabaran sendiri merupakan sebuah sifat atau karakter yang dapat menjaga diri dan menahannya dari emosi dan segala pikiran negatif.
Inilah kekayaan ajaran Islam yang dianugerahkan oleh Allah Ta’ala pada umat Islam. Anggapan tentang ajaran Islam hanyalah sebuah fakta religius belaka atau bahkan tidak diskursif untuk disetarakan dengan ilmu-ilmu lain sangatlah dikatakan sebuah kesalahan. Terakhir saran dari saya, berhati-hatilah jika membuat kecemasan, stress dan rasa tertekan untuk orang lain, apalagi di tengah-tengah wabah Corona, hehe. “saya guyon, bukan berarti tidak serius” (kata Gus Baha).