Risalah Tentang Adab Bersuluk Bagi Seorang Murid (Yang Memulai Perjalanan Spiritual)

Ditulis Oleh: Muhammad Malik

Judul Buku          : RISALAH ADAB SULUK AL-MURID (Risalah Tentang Adab Bersuluk Bagi Seorang Murid, Orang Yang Memulai Perjalanan Spiritual)

Pengarang          : Syekh Abdullah bin ‘Alawi al-Haddad al-Hadlramy

Penerbit             : Tarim, Maqam al-Imam al-Haddad, 2012

Tebal                 : 50 Halaman

Bahasa              : Arab

Kitab ini adalah kitab risalah tuntunan bagi orang orang yang hendak menempuh perjalanan suluk hingga pada titik yang telah dicapai oleh seorang sufi. Kitab ini tidak begitu tebal, hanya terdapat 17 pasal atau tema. Kalau kitab yang disodorkan kepada pembaca sekarang ini, hanya setebal 50 halaman.

            Bagi orang-orang yang hendak bergumul dalam dunia thariqah atau Tasawuf, kitab ini tepat untuk dikonsumsi dan dipelajari. Konsep bersuluk perspektif kitab Risalah Adab Suluk al-Murid sebenarnya sama dengan berbagai konsep kaum sufi. Artinya kitab ini juga menjelaskan bahwa para salik yang hendak memulai perjalanannya, selayaknya melakukan tahap takhalli, lalu tahalli dan selanjutnya tajalli. Kemudian di dalam risalah ini pula, terdapat penjelasan-penjelasan tentang beberapa rintangan yang akan didapati para salik di tengah perjalanan mereka.

            Model penulisan syekh Abdullah dalam kitab ini menggunakan bahasa lisan, semacam berisi ungkapan ajakan dari pengarang terhadap pembaca. Jika diamati, kitab ini tergolong sebagai kitab Tasawuf yang mendasar, karena seluruh kajian yang masuk dalam pembahasan dalam kitab ini menggambarkan sebuah tutorial atau tuntunan pengarang kepada para pemula yang hendak menempuh sebuah perjalanan suluk hingga pada titik yang telah dicapai seorang sufi.

Nama pengarangnya ialah Abdullah bin ‘Alawi al-Haddad al-‘Alawi al-Hasani. Beliau lahir di Tarim, Hadlramaut pada malam Kamis bulan Safar tahun 1044 H dan wafat pada hari Selasa tanggal 7 Dzul Qa’dah tahun 1132 H.

            Dari tujuh belas pasal tersebut, terdapat lima inti kajian yang tersusun sebagai konsep bersuluk prespektif syekh Abdullah al-haddad, yakni:

Prinsip Dasar Menyelami Samudra Thariqah

            Sesuai yang disimpulkan di atas bahwa kitab ini adalah risalah yang mendasar, syekh Abdullah al-Haddad memulai penulisannya dengan tahap yang paling mendasar bagi seseorang yang hendak menekuni dunia thariqah.

  1. Memelihara Dan Memperkuat Keutuhan Rangsangan Spiritual

     Seseorang yang menekuni dunia thariqah akan memperoleh rangsangan kuat di permulaan. Rangsangan ini berupa motif yang mendorong diri untuk selalu menghadap Allah Ta’ala, serta mengesampingkan dunia.

  1. Kesucian Diri

     Penjelasan risalah syekh Abdullah al-Haddad, sangatlah komprehensif. Aspek lahir dan bathin-pun tersentuh pembahasannya dalam risalah ini. Menurutnya, secara garis besar terdapat dua titik yang menjadi sumber munculnya pergerakan seluruh anggota badan dan merupakan dua gerbang yang mempengaruhi pergerakan qalb. Dua titik tersebut ialah pendengaran dan penglihatan. Mengenai aspek bathin, syekh Abdullah al-Haddad dalam risalah-nya menjelaskan berbagai konsep yang memprioritaskan tata-cara seseorang untuk membentuk qalbun salim.

Berhias Dengan Amal Shalih

            Terdapat enam pasal yang mengungkap pembahasan seorang salik untuk memelihara segala keta’atan dan sesuatu yang bermanfa’at. Namun, syekh Abdullah al-Haddad menyelipkan satu pasal untuk mengakhiri enam pasal ini dengan perihal pembahasan nafs ammarah bi al-su’, nafs lawwamah dan nafs muthmainnah. Memang, pembahasan yang satu ini adalah semacam kondisi psikis yang akan dialami seorang salik.

Sikap Kaum Sufi Terhadap Lingkungan

            Setelah menjelaskan persoalan tentang hubungan seorang hamba dengan Tuhan, beliau melanjutkannya dengan hubungan antar manusia. Dalam dua pasal, dijelaskan bahwa karakter seorang sufi adalah bersikap sabar atas perbuatan orang-orang sekitar yang menyakiti dan mencelanya, bahkan mendo’akan mereka dengan do’a yang baik. Inilah sikap kaum siddiqin dan merupakan sikap yang lebih utama perspektif kitab risalah karya syekh Abdullah al-Haddad ini. Namun, bukan berarti kaum sufi akan terus menghindar dari orang-orang sekitar, akan tetapi hendaknya mereka juga bersikap moderat, yaitu memetik segala yang bermanfa’at. Semisal memetik kemanfa’atan yang dibawakan seseorang. Begitu juga, ketika tidak menghendakinya, menolaknya tanpa membuat seseorang yang membawakannya tersinggung.

Rintangan Di Perjalanan Menempuh Suluk

            Seseorang yang menempuh perjalanan thariqah akan diuji dengan pengharapan terhadap terjadinya karamah, kasyaf dan kekeramatan. Perasaan ini sebenarnya merupakan syahwat yang samar. Hal demikian telah diperingatkan oleh syekh Abdullah al-Haddad. Menurutnya, karamah yang sebenarnya ialah istiqamah dalam memenuhi perintah dan menjauhi larangan, dalam aspek lahir dan bathin. Kemudian mengenai urusan dunia atau rizki, sebenarnya telah dijamin oleh ketetapan Allah Ta’ala, sebagaimana penjelasan Ibn ‘Athaillah. Meskipun ia diperbolehkan untuk bekerja mencari rizki, tetapi tidak diperkenankan sampai membekas dan melekat pada pergerakan qalb. Dengan ini, ia hendaknya hanya percaya atau tawakkal kepada pengaturan Allah Ta’ala. Serta, gerakan qalb tidak boleh merasakan kebutuhan terhadap manusia.

Adab Murid Terhadap Seorang Guru

            Sebelum mengakhiri risalahnya, syekh Abdullah al-Haddad membuka pembahasan mengenai murid dan gurunya. Layaknya perspektif kaum sufi lainnya, syekh Abdullah menganjurkan seorang murid untuk selalu bershuhbah dan berkumpul dengan orang-orang shalih dan terpilih. Menurut syekh Abdullah al-Haddad, sangat menekankan seseorang yang menempuh suluk untuk mencari guru mursyid dan menyerahkan segala urusan suluknya kepada guru mursyid tersebut tanpa mengingkariya sedikitpun. Beliau menganalogikan seorang murid dengan guru mursyidnya layaknya seperti mayyit yang pasrah dengan segala yang dilakukan orang yang memandikannya, anak kecil dengan ibunya atau pasien dengan dokternya. Selain itu, seorang murid tidak diperbolehkan menuntut munculnya karamah atau kasyaf dari gurunya. Karena hal-hal yang demikian berada di bawah kekuasaan Allah Ta’ala dan hanya diketahui-Nya. Di samping itu, karamah-karamah para wali kebanyakan terjadi tanpa disadari mereka.

            Dalam pasal ini, syekh Abdullah al-Haddad mengklasifikasikan guru menjadi dua macam. Pertama, syaikh al-tahkim atau guru yang dijadikan panutan, guru mursyid. Kedua, syaikh al-tabarruk atau guru yang hanya dijadikan tabarruk oleh seorang murid, bukan sebagai mursyidnya. Sikap murid kepada syaikh al-tahkim sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya. Seorang guru ini pula harus selalu menguji kesungguhan muridnya, serta membimbingnya. Sedangkan, syaikh al-tabarruk tidak demikian, melainkan hanya bertabarruk. Bahkan, terkadang murid satu memliki banyak guru, lebih dari satu dan hanya sebatas bertabarruk dengan mereka.

Muhammad Malik

Mahasantri Ma'had Aly Al Fithrah, pemuda Purwodadi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *