Nabi Muhammad Dan Tangisan Kesedihan Umar Bin Khattab
Ditulis Oleh: Samsul Arifin
Sejak zaman dulu sampai sekarang, dunia tidak henti-hentinya memberikan inovasi-inovasi baru yang kerap menjadikan penduduknya sangat sulit melepaskan diri darinya. Terbuktikan dengan adanya gadget yang terasa sangat sulit sekali melepaskannya dari genggaman tangan. Mobil mewah-pun (saat ini) menjadi indikator penilaian buat pemiliknya. Semakin mewah mobil yang dimiliki, akan semakin bangga pemiliknya. Begitu pula, rumah indah nan megah. Akan terasa mulia rasanya, jika memiliki rumah semacam ini.
Sebagai manusia sebenarnya kita harus mulai menyadari, bahwa kita mempunyai Tuhan yang berhaq untuk kita sembah. Ia adalah Dzat yang Maha Perkasa, Maha Kaya, Maha Agung dan banyak sekali sifat-sifat sempurna yang dimiliki-Nya. Diciptakan manusia tiada lain hanya untuk menghamba kepada-Nya. Godaan yang menghalangi setiap insan untuk beribadah kepada-Nya hanyalah sebagai ujian, sebatas mana dan seberapa kuat kita melakukan penghambaan diri kepada Sang Pencipta? Semakin kita kuat melewati ujian atau godaan tersebut, akan berbahagialah kita kelak setelah dibangkitkan dari liang lahat. Begitupun sebaliknya, semakin kita terlena dalam godaan dan terbawa arusnya, celakalah esok di hari kebangkitan.
Rasululullah SAW sebagai uswah patut diteladani kisah hidupnya. Ia habiskan seluruh hidupnya untuk menghambakan diri kepada Allah dan mensyi’arkan agama-Nya. Baik dari segi harta, waktu, maupun kekuatan dan kepribadian, semuanya adalah cermin panutan agung umat. Untuk kehidupan pribadi, Rasulullah SAW memilih hidup yang sederhana.
Dalam sebuah riwayat Jundub bin Sufyan, bantal yang digunakan oleh Nabi Muhammad adalah bantal yang terbuat dari kulit yang berisi rumput kering. Pernah suatu saat, sayyidina Umar melihat bekas tikar pada badan Nabi Muhammad, sehingga membuatnya meneteskan air mata untuk kesedihan. Kemudian ditanyalah ia oleh Nabi Muhammad “apa yang membuatmu menangis?”. “Wahai Rasulullah SAW, aku teringat Raja Persia dan Romawi, bagaimana mereka duduk (dengan mulia) di atas singgasana yang terbuat dari emas dan pakaian yang mereka pakai (pula) terbuat dari emas” jawaban Umar. Kemudian dinasihatilah Sayyidina Umar oleh Rasulullah SAW “tidakkah kau ridho kebahagiaan yang akan kau peroleh kelak di akhirat dan mereka hanyalah memperoleh kebahagiaan di dunia saja?”.*
*Samsul Arifin, sang pemuda yang berperawakan tinggi dan tegas – terlahir di kota Surabaya, tanggal 13 Oktober 1998. Jiwa kepemimpinan yang mengental dalam dirinya tidak begitu mengherankan dengan pembawaannya yang melulu serius. Namun, siapa sangka sosok pemuda ini juga tak kalah keren dalam menanggapi arus suasana sekitarnya dan mudah bersosialisasi. Laki-laki penggila bola dengan karakter (yang selalu) menempatkan waktu luang untuk membaca. Meskipun demikian, tidak dapat dikatakan sebentar kehidupan aktifnya (sampai saat ini) dalam kawasan pesantren. Pesantren Assalafi Al Fithrah.